HeadlineHukum

Kasus Korupsi Rp330 Miliar, Bekas Dirut PT DI Ditahan KPK

87
×

Kasus Korupsi Rp330 Miliar, Bekas Dirut PT DI Ditahan KPK

Sebarkan artikel ini
Kasus Korupsi Rp330 Miliar, Bekas Dirut PT DI Ditahan KPK
Mantan Direktur Niaga PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani (kedua kanan) berjalan keluar usai ditetapkan sebagai tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/6/2020). (Antara)
mjnews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Dirgantara Indonesia (persero), Budi Santoso sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penjualan dan pemasaran di PT DI tahun 2007-2017. Budi langsung ditahan KPK selama 20 hari ke depan.
“Pada hari ini, Jumat 12 Juni 2020, setelah dilakukan pemeriksaan kepada kedua tersangka, penyidik akan melakukan penahanan untuk 20 hari ke depan,” kata Ketua KPK Firli Bahuri di gedung KPK Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (12/6/2020).
Selain Budi, KPK juga menahan tersangka Irzal Rinaldi Zailani yang merupakan mantan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT DI. Budi ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur, Jaksel, sedangkan Irzal ditahan di Rutan KPK kavling K4, Jalan Kuningan Persada, Jaksel.
“Tersangka BS ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur dan tersangka IRZ ditahan di Rutan KPK di gedung Merah-Putih KPK,” sebutnya.
Kedua tersangka diduga melakukan korupsi dengan modus membuat kontrak fiktif terkait pemasaran dan penjualan di PT DI dari 2007 sampai 2017.
“Mulai bulan Juni tahun 2008 sampai tahun 2018, dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT Dirgantara Indonesia (persero) yang ditandatangani oleh direktur aircraft integration dengan direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha. Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerjasama,” ujarnya.
Firli mengatakan perbuatan kedua tersangka itu diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp205,3 miliar dan USD 8,65 juta atau setara Rp125 miliar. Dengan demikian, total kerugian negara mencapai Rp330 miliar.
“Perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam hal ini PT Dirgantara Indonesia sekitar Rp205 miliar USD 8,6 juta. Kalau kita setarakan dengan Rp14.500 per dolar maka nilainya Rp125 miliar sehingga akibatnya negara dirugikan kurang lebih Rp330 miliar,” ujar dia.
Kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 dan/atau Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Awal Mula Kasus
Firli mengatakan kasus ini bermula pada tahun 2008, Budi selaku Dirut PT DI dan Irzal selaku Asisten Dirut Bidang Bisnis Pemerintah mengadakan rapat bersama sejumlah pihak. Firli menyebut rapat itu membahas kebutuhan dana PT DI (persero) untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya, termasuk biaya entertainment dan uang rapat-rapat lain.
“Bahwa pada awal tahun 2008, tersangka BS selaku Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (Persero) dan tersangka IRZ selaku Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan,” ujarnya.
“Mereka melakukan rapat mengenai kebutuhan dana PT DI (persero) untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya, termasuk biaya entertainment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan,” lanjutnya.
Firli mengatakan selanjutnya Budi Santoso mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja sama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Namun, Budi tetap meminta agar rencana itu dilaporkan kepada pemegang saham yaitu kementerian BUMN.
“Setelah beberapa kali dilakukan pertemuan disepakati kelanjutan program kerja sama mitra/keagenan sebagai berikut: Pertama, prosesnya dilakukan dengan cara penunjukan langsung. Kedua, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT DI (persero), pembiayaan kerja sama tersebut dititipkan dalam ‘sandi-sandi anggaran’ pada kegiatan penjualan dan pemasaran,” kata Firli.
Setelah itu, menurut Firli, Budi Santoso memerintahkan Irzal untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja sama mitra/keagenan. Kemudian Irzal bersama Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra/agen.
Lalu, Firli mengatakan mulai Juni tahun 2008-2018, dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT Dirgantara Indonesia (persero) yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan 6 mitra/agen. Namun, Firli menyebut keenam tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama.
“Bahwa pada tahun 2011, PT Dirgantara Indonesia (persero) baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen, setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama tahun 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia (Persero) kepada 6 perusahaan mitra/agen tersebut sekitar Rp205,3 miliar dan USD 8,65 juta,” ujar Firli.
Ia menjelaskan kedua tersangka bersama sejumlah pejabat PT DI yakni Arie Wibowo, dan Budiman Saleh kemudian meminta sejumlah uang ke 6 perusahaan tersebut. Total uang yang sudah diterima para pihak itu senilai Rp96 miliar.
“Bahwa setelah keenam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT Dirgantara Indonesia (persero), terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT Dirgantara Indonesia (persero) diantaranya BS, IRZ, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh,” ungkap Firli seperti ditulis detik.com. (*)

Kami Hadir di Google News