HeadlineHukum

MA Keluarkan Aturan, Koruptor Rp 100 M Dihukum Penjara Seumur Hidup

71
×

MA Keluarkan Aturan, Koruptor Rp 100 M Dihukum Penjara Seumur Hidup

Sebarkan artikel ini
MA Keluarkan Aturan, Koruptor Rp 100 M Dihukum Penjara Seumur Hidup
Gedung Mahkamah Agung
mjnews.id – Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020. Perma ini dibuat untuk menghindari disparitas (perbedaan) hukuman yang mencolok bagi satu koruptor dengan koruptor lainnya.
“Untuk menghindari disparitas perkara yang memiliki karakter serupa, diperlukan pedoman pemidanaan,” demikian hal menimbang Perma Nomor 1 Tahun 2020 yang dikutip detikcom, Minggu (2/8/2020).
Perma itu ditandatangani oleh Ketua MA Syarifuddin dan diundangkan pada 24 Juli 2020. Perma ini berlaku untuk terdakwa korupsi yang dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor. Prinsipnya, terdakwa merugikan keuangan negara.
Perma ini membagi lima kategori:
1. Paling berat yaitu kerugian negara lebih dari Rp100 miliar.
2. Kategori berat yaitu kerugian negara Rp25 miliar-Rp100 miliar.
3. Kategori sedang yaitu kerugian negara Rp1 miliar-Rp25 miliar.
4. Kategori ringan yaitu kerugian negara Rp200 juta-Rp1 miliar.
5. Kategori paling ringan yaitu kurang dari Rp200 juta.
Selain faktor uang negara yang dicuri, hukuman yang dijatuhkan mempertimbangkan kesalahan, dampak, dan keuntungan bagi si koruptor.
Ada tiga jenis kesalahan, yaitu:
1. Kesalahan Tinggi, Dampak Tinggi dan Keuntungan Terdakwa Tinggi
2. Kesalahan sedang, Dampak Sedang dan Keuntungan terdakwa sedang
3. Kesalahan rendah, Dampak rendah dan Keuntungan Terdakwa rendah
Berikut ini simulasi hukuman berdasarkan Perma 1/2020 itu:
1. Penjara Seumur Hidup atau penjara 16 tahun hingga 20 tahun: terdakwa korupsi Rp100 miliar lebih, kesalahan tinggi, dampak tinggi dan keuntungan terdakwa tinggi.
2. Penjara 13 tahun hingga 16 tahun penjara: terdakwa korupsi Rp100 miliar lebih, kesalahan sedang dampak sedang dan keuntungan terdakwa sedang.
3. Penjara 10 tahun-13 tahun penjara: terdakwa korupsi Rp miliar lebih, kesalahan ringan, dampak ringan dan keuntungan terdakwa ringan.
4. Penjara 13 tahun hingga 16 tahun penjara: terdakwa korupsi Rp 25 miliar-Rp 100 miliar, kesalahan tinggi, dampak tinggi dan keuntungan terdakwa tinggi.
5. Penjara 10 tahun-13 tahun penjara: terdakwa korupsi Rp 25 miliar-Rp 100 miliar, kesalahan sedang dampak sedang dan keuntungan terdakwa sedang.
6. Penjara 8-10 tahun penjara: terdakwa korupsi Rp 25 miliar-Rp 100 miliar, kesalahan ringan, dampak ringan dan keuntungan terdakwa ringan.
Bisa Dihukum Mati
Hingga saat ini, belum ada satu pun koruptor di Indonesia yang dijatuhi hukuman mati. Baru ada tiga koruptor yang dihukum maksimal, yaitu penjara seumur hidup. Mereka adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, mantan Brigjen TNI Teddy Hernayedi, dan pengusaha Adrian Waworuntu.
Nah, dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2020, pidana mati masih memungkinkan diberikan kepada koruptor dengan berbagai pertimbangan.
“Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor, hakim dapat menjatuhkan pidana mati sepanjang perkara tersebut memiliki tingkat kesalahan, dampak, dan keuntungan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,” demikian bunyi Pasal 7 ayat 1 Perma Nomor 1 Tahun 2020 tersebut.
Berikut ini syarat penjatuhan hukuman mati bagi koruptor sesuai Perma Nomor 1/2020:
1. Hakim tidak menemukan hal yang meringankan dari diri terdakwa.
2. Apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.
3. Terdakwa korupsi Rp 100 miliar atau lebih.
4. Terdakwa memiliki peran yang paling signifikan dalam terjadinya tindak pidana, baik dilakukan sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
5. Terdakwa memiliki peran sebagai penganjur atau menyuruh atau melakukan terjadinya tindak pidana korupsi.
6. Terdakwa melakukan perbuatannya dengan menggunakan modus operandi atau sarana/teknologi canggih.
7. Terdakwa korupsi dalam keadaan bencana atau krisis ekonomi dalam skala nasional.
8. Korupsi yang dilakukan mengakibatkan dampak nasional.
9. Korupsi yang dilakukan mengakibatkan hasil pekerjaan sama sekali tidak dapat dimanfaatkan.
10. Korupsi yang dilakukan terdakwa mengakibatkan penderitaan bagi kelompok masyarakat rentan, di antaranya orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, perempuan hamil dan penyandang disabilitas.
11. Nilai kekayaan terdakwa didapat dari 50 persen atau lebih dari hasil korupsi.
12. Uang yang dikorupsi dikembalikan kurang dari 10 persen.
Dapat Tidak Didenda
Bagaimana dengan koruptor ‘kecil’ di bawah Rp50 juta?Kategori itu tertuang dalam Peraturan MA (Perma) Nomor 1 Tahun 2020. Dalam Perma itu diatur kategori sangat ringan bila kerugian di baw ah Rp200 juta. Tapi ada klausul khusus bila korupsinya di bawah Rp50 juta tidak dijatuhi denda, cukup pidana badan saja dan mengembalikan uang yang dikorupsi.
“Hakim dapat tidak menjatuhkan pidana denda dalam hal kerugian keuangan negara atau perekonomian negara di bawah Rp 50 juta,” demikian bunyi Pasal 16 Perma Nomor 1 Tahun 2020 yang dikutip detik.com, Minggu (2/8/2020).
Berikut rentang hukuman bagi koruptor di bawah Rp200 juta:
Pidana penjara 3-4 tahun: korupsi Rp150 juta-Rp200 juta.
Pidana penjara 2-3 tahun: korupsi Rp100 juta-Rp150 juta.
Pidana penjara 1-2 tahun: korupsi Rp50 juta-Rp100juta.
Dalam menjatuhkan pidana, hakim menilai hal-hal yang meringankan dan memberatkan.
Hal yang memberatkan terdakwa yaitu:
1. Pernah melakukan tindak pidana sebelumnya (residivis)
2. Tidak kooperatif dalam menjalani proses peradilan
3. Mencoba menghilangkan alat bukti
4. Telah menggunakan hasil pidana
5. Merupakan aparat penegak hukum
Adapun hal yang meringankan:
1. Belum pernah dipidana
2. Kooperatif dalam menjalani proses peradilan
3. Menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi perbuatan pidananya
4. Memberikan keterangan secara terus terang dalam persidangan
5. Menyerahkan diri dalam proses pidana yang dilakukan
6. Belum menikmati hasil kejahatannya
7. Lanjut usia/sakit
8. Mengembalikan harta hasil kejahatan sebelum pembacaan putusan
9. Memiliki keadaan ekonomi yang buruk. (*)

Kami Hadir di Google News