Ekonomi

Hingga 30 April, APBN 2021 Sudah Tekor Rp 138 Triliun

93
×

Hingga 30 April, APBN 2021 Sudah Tekor Rp 138 Triliun

Sebarkan artikel ini
sri mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

MJNews.id – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan APBN 2021 defisit Rp 138,1 triliun atau 0,83% dari produk domestik bruto (PDB) hingga 30 April. Adapun, defisit APBN ditargetkan sebesar 5,7% atau setara Rp 1.006,4 triliun.

Berdasarkan materi yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin 24 Mei 2021, tekor APBN ini disebabkan oleh realisasi penerimaan negara yang lebih kecil dari belanja negara.

Realisasi penerimaan negara tercatat Rp 585,0 triliun atau 33,5% dari target Rp 1.743,6 triliun sampai 30 April 2021. Angka tersebut tumbuh 6,5% dibandingkan periode yang sama dari tahun sebelumnya.

Jika dilihat lebih rinci, penerimaan negara yang berasal dari pajak baru mencapai Rp 374,9 triliun atau baru 30,5% dari target Rp 1.229,6 triliun. Angka ini masih terkontraksi 0,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Dari kepabeanan dan cukai terealisasi Rp 78,7 triliun atau sudah 36,6% dari target Rp 215,0 triliun. Angka ini tumbuh 36,5%. Penerimaan yang berasal dari PNBP sebesar Rp 131,3 triliun atau tumbuh 14,9%, sedangkan dari hibah realisasinya Rp 0,1 triliun atau terkontraksi 94,2%.

Dari sisi belanja negara realisasinya Rp 723,0 triliun atau tumbuh 15,9% dan sudah 26,4% dari target Rp 2.750,0 triliun. Dari realisasi ini, anggaran belanja pemerintah pusat sudah mencapai 25,1% atau setara Rp 489,8 triliun dari target Rp 1.954,5 triliun atau terjadi pertumbuhan 28,1%.

Sementara TKDD masih terkontraksi 3,4% atau realisasinya baru sebesar Rp 233,2 triliun atau 29,3% dari target Rp 795,5 triliun. Untuk belanja pemerintah pusat yang mencapai Rp 489,8 triliun terdiri dari belanja kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp 278,6 triliun dan belanja non-K/L sebesar Rp 211,3 triliun.

Sedangkan TKDD yang mencapai Rp 233,2 triliun ini terdiri dari transfer ke daerah sebesar Rp 216,4 triliun atau turun 1,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu mampu merealisasikan Rp 220,3 triliun. Lalu realisasi Dana Desa sebesar Rp 16,9 triliun atau turun hingga 19,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 21 triliun.

Dengan begitu, defisit atau tekor APBN tahun anggaran 2021 hingga 30 April tercatat sebesar Rp 138,1 triliun atau 0,83% terhadap PDB. Lalu angka keseimbangan primer pun tercatat minus Rp 36,4 triliun.

Untuk menutupi tekor APBN ini, pemerintah telah merealisasikan pembiayaan anggaran mencapai Rp 392,2 triliun atau naik 74,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu Rp 225,2 triliun.

 

APBN 2022 Tekor Rp 881 Triliun

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menetapkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 berada di kisaran 4,51% sampai 4,85% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Itu diusulkan pemerintah dalam dokumen kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM PPKF) tahun 2022.

Angka itu setara dengan Rp 807,0 triliun sampai Rp 881,3 triliun. Meski begitu, jumlah defisit itu lebih kecil daripada 2021 yaitu 5,70% dari PDB atau Rp 1.006,3 triliun. “Defisit akan semakin mengecil ke -4,51 sampai dengan -4,85% PDB,” kata Sri Mulyani dalam Sidang Paripurna DPR RI, Kamis (20/5) lalu.

Defisit ini terjadi karena pendapatan negara pada 2022 hanya berkisar 10,18% hingga 10,44% dari PDB atau Rp 1.823,5 triliun sampai Rp 1.895,4 triliun.

Pendapatan ini terdiri dari penerimaan pajak berkisar 8,37-8,42% dari PDB atau Rp 1.499,3 triliun – Rp 1.528,7 triliun, PNBP antara 1,80-2% dari PDB atau Rp 322,4 triliun – Rp 363,1 triliun, dan hibah berkisar 0,01-0,02% dari PDB atau Rp 1,8 triliun – Rp 3,6 triliun.

Sementara belanja negara pada tahun depan berkisar antara 14,69-15,30% dari PDB atau Rp 2.630,6 triliun – Rp 2.776,6 triliun. Jumlah ini lebih tinggi dibanding 2021 yaitu 15,58% dari PDB atau Rp 2.750 triliun.

Di sisi lain, keseimbangan primer akan mulai bergerak menuju positif di kisaran -2,31 sampai -2,65% PDB di 2022. Rasio utang juga akan tetap terkendali di kisaran 43,76-44,28% PDB.

“Di tengah kondisi pemulihan ini, kita harus tetap optimis dan tidak boleh menyerah. Kita tetap harus berkomitmen untuk menghadirkan pengelolaan fiskal yang sehat dan efektif sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan,” tegasnya.

(***)

Kami Hadir di Google News