Ekonomi

Bagaimana Perusahaan Go Publik Menyikapi Upaya Penanggulangan Bencana di Indonesia?

94
×

Bagaimana Perusahaan Go Publik Menyikapi Upaya Penanggulangan Bencana di Indonesia?

Sebarkan artikel ini
Peran Strategis Perusahaan dalam Upaya Penanggulangan Bencana

PADANG PARIAMAN, MJNews.ID – Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yakni Permen LHK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup atau dikenal dengan istilah PROPER ini, tertanggal 27 Januari 2021 ‘mencabut’ Permen LH Nomor 03 Tahun 2014 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, tertanggal 05 Agustus 2014 yang dinyatakan tidak berlaku lagi.

Bencana alam maupun sosial merupakan kejadian yang mempunyai dampak dan dapat menimbulkan kerugian bagi semua korban. Diperlukan kolaborasi pentahelix dari pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi, media masa serta perusahaan untuk menangani bencana yang terjadi. 

Salah satu amanah Permen LHK Nomor 1/2021 ini menetapkan tanggap kebencanaan sebagai salah satu kriteria PROPER. Perusahaan perlu melakukan dokumentasi mengenai pencegahan bencana, proses tanggap bencana serta pasca bencana sebagai bentuk responsivitas terhadap bencana yang terjadi.

Lalu, seperti apa kontribusi yang diakukan oleh perusahaan khususnya perusahaan yang sudah Go Publik dalam upaya penanggulangan bencana?

Pertanyaan di atas dapatkan jawabannya dalam sebuah acara yang diselenggarakan secara virtual pada hari Sabtu, 12 Juni 2021, mulai pukul 10.00 – 12.30 WIB. Acara yang diselenggarakan oleh PT. Olahkarsa Inovasi Indonesia, bertajuk “Peran Strategis Perusahaan dalam Upaya Penanggulangan Bencana”.

Sebagai narasumber, Milly Mildawati Ph.D (Ketua Pusat Kajian Bencana dan Pengungsi Poltekesos Bandung), dan Dr. Udrekh (Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB). Sedangkan Choiria Anggraini sebagai moderator dan Richa Amalia sebagai Host.

Milly Mildawati mengungkapkan bahwa status ‘Tanggap Darurat’ dimaknai sebagai kewajiban pemerintah untuk memfasilitasi kebutuhan para korban bencana selama kurun waktu yang telah ditetapkan, misal selama 14 hari, 21 hari dan seterusnya.

“Salah satu kegiatan dalam tanggap darurat bencana adalah pemenuhan kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar ini meliputi air, udara, seks (bagi yang sudah menikah), sandang, pangan, papan, sanitasi, pelayanan kesehatan, dan pelayanan dukungan psikososial. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar inilah perusahaan dapat berperan,” ungkap Milly Mildawati.

Pada penutup materinya, Milly Mildawati mengemukakan sebuah ungkapan, “Jangan pernah berhenti percaya pada harapan karena keajaiban terjadi setiap hari.”

Sementara itu, Udrekh memaparkan bahwa Indonesia merupakan wilayah rawan bencana dengan 2 kriteria, yakni pertama, Indonesia terletak pada 3 lempeng tektonik utamayang aktif, yaitu Eurasia, Pasifik dan Hindia Australia. Dimana gempa bumi, tsunami dan erupsi gunung api menjadi bawaannya.

Kedua, Indonesia terletak di khatulistiwa berbentuk kepulauan, dengan kerawanan yang terjadi seperti banjir, banjir bandang, kekeringan, tanah longsor, kebakaran hutan dan lahan, cuaca ekstrim dan gelombang ekstrim.

“Sekecil apapun, siapa saja bisa membantu terdampak bencana. Apalagi perusahaan (Go Publik) selayaknya bisa melakukan penguatan ekonomi dengan pemberdayaan partisipatif misalnya pemberian modal usaha, pendampingan, dan kampung siaga bencana,” pungkas Udrekh.

(Aji) 

Kami Hadir di Google News