Sumatera Barat

Presiden Jokowi Serahkan SK 228 Ribu Hektare Perhutanan Sosial di Sumbar

65
×

Presiden Jokowi Serahkan SK 228 Ribu Hektare Perhutanan Sosial di Sumbar

Sebarkan artikel ini
Presiden Jokowi Serahkan SK 228 Ribu Ha Perhutanan Sosial di Sumbar
Presiden Joko Widodo memberikan arahan saat penyerahan SK Perhutanan Sosial dan TORA disaksikan secara virtual di Auditorium Gubernuran Sumbar, Kamis (7/1/2021). (ist)

mjnews.id – Presiden RI Joko Widodo menyerahkan Surat Keputusan (SK) Hutan Adat, Hutan Sosial dan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) se-Indonesia, di Istana Negara, Jakarta, Kamis (7/1/2021). Penyerahan itu diikuti secara virtual diseluruh provinsi di Indonesia.

Khusus di Sumatra Barat SK Hutan Sosial yang diserahkan itu mencapai 228,658 hektare lebih. Jumlah itu terdiri dari Hutan Nagari sebanyak 100 unit dengan luas 185.168,83 hektare, Hutan Kemasyarakatan 45 unit dengan luas 28.939 hektare, Hutan Tanaman Rakyat 91 unit dengan luas 2.241,81 hektare, Hutan Adat unit 5 unit dengan luas 11.893,37, Kemitraan Kehutanan 3 unit dengan luas 435,08 hektare.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar, Yozarwardi Usama Putra, mengatakan, adanya SK Hutan Sosial itu menjadi peluang bagi masyarakat di daerah untuk mengelola hutan sebagai upaya mendorong pertumbuhan perekonomian.

“Luas hutan di Sumbar yang mendapat SK dari Presiden Jokowi itu yakni 228,658 hektar, diharapkan terjadi pertumbuhan ekonomi,” katanya usai menggelar penyerahan SK Hutan Sosial secara virtual di Aula Gubernuran, di Padang, Kamis (7/1/2021).

Dia menyebutkan, sesuai yang dijelaskan oleh Presiden Jokowi bahwa tujuan SK Hutan Sosial diterbitkan untuk menumbuhkan perekonomian masyarakat khususnya yang bergerak sebagai petani.

Di Sumbar, kawasan Hutan Sosial yang telah mendapatkan SK Hutan Sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu yakni Kabupaten Pasaman, Pasaman Barat, Agam, Kabupaten Kota, Tanah datar, Padang Pariaman, Sijunjung, Dharmasraya, Solok, Solok Selatan, Pesisir Selatan, Mentawai, Kota Sawahlunto, Padang Panjang, dan Kota Padang.

“Jadi totalnya itu 244 kelompok dengan luas 228,658,09 hektare,” ujarnya.

Yozarwardi juga mengatakan bahwa Pemprov Sumbar menargetkan agar ada 500 ribu hektare kawasan hutan sosial bisa masuk dalam SK Hutan Sosial itu. Namun di awal tahun 2021 ini, Kementerian KLHK melalui Presiden Jokowi baru menyetujui 228.658,09 hektare.

Dan sebelum dinyatakannya ada 228.658,09 hektare masuk dalam SK Hutan Sosial. Dishut Sumbar telah memelakukan beberapa kebijakan. Seperti sejak tahun 2012 Pemprov Sumbar telah membuat peta jalan (roadmap) alokasi Perhutanan Sosial seluas kurang lebih 500 ribu hektar atau 30 % dari luas kawasan hutan di Sumbar pada Hutan Lindung dan Hutan Produksi.

Selain itu, Dishut juga telah membuat Kelompok Kerja (Pokja) Perhutanan Sosial Sumbar tahun 2013 sebagai Pusat Informasi dan Pusat Pelayanan Perhutanan Sosial. Serta memasukan program Perhutanan Sosial pada Rencana Program Jangka Menenagah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016-2021.

“Kita juga telah memasukan program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat pada Rencana Aksi Daerah (RAD) Skema REDD+ Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013, dan juga memasukan program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat pada Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP) Sumatera Barat Tahun 2012-2031,” ujarnya.

Yozarwardi menyebutkan, adanya SK Hutan Sosial untuk Sumbar itu, juga didukung oleh dua Perda Provinsi Sumbar untuk meningkatkan Peran Serta dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Kehutanan yaitu Perda Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pengelolaan DAS dan Perda Nomor 11 Tahun 2015 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Perlindungan Hutan.

“Intinya banyak hal yang kita persiapkan untuk Perhutanan Sosial ini,” tegasnya.

Seperti halnya meningkatkan jumlah Kelompok Perhutanan Sosial yang diberikan akses untuk mengelola hutan di Sumbar, dengan capaian sampai Desember 2020 adalah sebanyak 244 Kelompok seluas 228.658,09 hektar dengan keterlibatan sebanyak 129.494 Kepala Keluarga.

Lalu memberikan tambahan luas lahan usaha baru bagi masyarakat disekitar hutan melalui pemanfaatan kawasan hutan PS yang selama ini lahannya terbatas dan dikeluhkan dan sekaligus mengolahnya dalam bentuk usaha-usaha produktif seperti kegiatan Agroforestri, Silvopastur dan Silvofisheri.

Yozarwardi juga menyebutkan hal yang paling jadi poin penting dari dampak SK Hutan Sosial itu yakni tumbuhnya ekonomi berbasis pedesaan dilokasi Perhutanan Sosial dengan adanya usaha pengolahan dari beberapa produk hulu dan hilir.

“Jadi, dari kelompok Perhutanan Sosial itu seperti pengolahan hasil hutan bukan kayu yaitu gula aren, gula semut, madu, coconut oil, serai wangi, kopi, coklat, pala dan lain-lain,” ungap dia.

Secara tidak langsung dengan adanya SK Hutan Sosial itu, akan terciptanya lapangan pekerjaan baru dari lokasi perhutanan sosial seperti pemandu wisata alam, pengerajin dan home industry.

Yozarwardi mengakui bahwa ada angin segar untuk perekonomian di pedesaan dari SK Hutan Sosial tersebut. Dengan demikian akan bisa menunjang partisipasi Pemuka Adat dalam membantu gerakan pembangunan kehutanan, karena telah dapat meminimalkan pertentangan antara keberadaan hutan ulayat dan hutan negara.

“Tapi sesuai dengan pernyataan Presiden Jokowi, bila ditemuka adanya kegiatan yang melanggara lingkungan. Maka SK Hutan Sosial bisa sewaktu-waktu dicabut. Tentunya kita berharap hal itu tidak terjadi,” ucapnya.

Di Istana Negara, Presiden menyerahkan 2.929 SK Perhutanan Sosial di seluruh Indonesia yang luasnya mencakup 3.442.000 hektar. Presiden berharap perhutanan sosial itu bermanfaat bagi 651.000 KK.

Kemudian Presiden juga menyerahkan 35 SK Hutan Adat seluas 37.500 hektar dan 58 SK TORA seluas 72.000 hektare di 17 provinsi.

(eds)

Kami Hadir di Google News