HeadlineHukum

Ninik Mamak 40 Nagari se-Agam Tuo Banding Putusan PTUN Padang

95
×

Ninik Mamak 40 Nagari se-Agam Tuo Banding Putusan PTUN Padang

Sebarkan artikel ini
Niniak Mamak 40 Nagari se Agam Tuo Banding Putusan PTUN Padang
Dedi Cahyadi Ningrat, kuasa hukum bersama sejumlah ninik mamak dan tokoh masyarakat Agam memberikan keterangan pers menyikapi putusan mejelis hakim PTUN Padang. (ist)

mjnews.id – Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Padang yang menyidangkan gugatan niniak mamak 40 nagari se-Agam Tuo terkait penerbitan sertifikat hak pakai tanah Pasar Atas Bukittinggi dinilai telah mengangkangi Perma Nomor 2 Tahun 2019.

Pasalnya dalam mengambil keputusan majelis hakim merujuk kepada yurisprudensi berupa keputusan MA Nomor 88 K/TUN/1993, tanggal 7 September 1993. sementara keputusan MA itu sudah gugur dengan adanya Perma Nomor 2 Tahun 2019.

Hal itu disampaikan kuasa hukum niniak mamak 40 Nagari se-Agam Tuo, Dedi Cahaya Ningrat kepada wartawan terkait putusan PTUN Padang yang menyatakan tidak menerima gugatan dari penggugat terkait penerbitan sertifikat hak pakai Pasar Atas oleh BPN Bukittinggi.

Menyikapi putusan itu pihaknya selaku kuasa hukum niniak mamak 40 nagari, selain melakukan upaya hukum banding ke PTTUN Medan, juga akan melaporkan majelis hakim yang menyidangkan kasus itu ke Hakim Pengawas dan Komisi Yudisial (KY).

Sebab putusan dari Majelis hakim itu dinilainya melanggar hukum karena mengangkangi Peraturan MA Nomor 2 tahun 2019.

Dijelaskannya, Perma Nomor 2 tahun 2019 itu sudah jelas memberikan kewenangan kepada TUN untuk mengadili semua perkara baik yang menyangkut administrasi ataupun perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah atau badan.

Dasar itu pulalah gugatannya diterima untuk disidangkan, mulai dari pemerikasaan pendahuluan yaitu pemeriksaan admistrasi terkait upaya yang telah dilakukan, kemudian tahap dismisal proses atau pemeriksaan untuk menguji, legal standing, baik itu pemohon maupun legal standing pengadilan yang menanganinya sebelum masuk persidangan.

“Semua proses itu telah lolos sehingga perkara tersebut dapat disidangkan,” ujarnya.

Namun tiba-tiba majelis hakim dalam putusannya justru mengembalikan atau mempimpongnya kembali kepada peradilan perdata. “Jika kita mengikuti keinginan dari majelis hakim itu sudah kita pastikan hal itu dikembalikan lagi ke PTUN, karena sudah ada Perma Nomor 2 Tahun 2019 itu. Untuk itulah kita selain melakukan upaya banding juga akan melaporkan majelis hakim yang menyidangkan gugatan tentang penerbitan sertifikat hak pakai pasar atas itu ke Hakim Pengawas dan KY,” ujarnya.

Sebab putusan itu katanya, selain mengangkangi UU, Perma Nomor 2 tahun 2019 dan juga malanggar konstitusi Pasal 18 menghormati, menghargai tentang keberadaan masyarakat hukum adat.

“Jika putusan ini menjadi putusan yang final dan mengikat, maka putusan ini sama menghabisi eksistensi hukum adat di Minangkabau, serta dapat menjadi yurisprudensi untuk mensertifikatkan tanah tanah pasar serikat lainnya yang ada di kabupaten/kota se-Sumatera barat, ini bahayanya,” tegas Dedi.

Sementara Panitera Muda Hukum Petun PTUN Padang, Martalinda yang dikonfirmasi terkait penyataan kuasa hukum Niniak Mamak 40 Nagari, tidak mau memberikan keterangan, karena hal itu terkait masalah substansi.

“Maaf pak hal itu masalah substansi dan ambo tidak berhak menjawabnya,” ujar Martalinda lewat pesan Whatshap, Minggu (22/11/2020).

Terkait rencana kuasa hukum akan melaporkan majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut, Martalinda mengatakan bahwa pengadilan secara resmi belum mengetahui hal itu.

Sebelumnya niniak mamak 40 Nagari se-Agam Tuo melalui kuasa hukumnya menggugat keputusan BPN Bukittinggi yang telah mengeluarkan sertifikat hak pakai atas nama Pemko Bukittinggi terhadap Tanah Pasar Atas ke PTUN Padang. Gugatan itu dilayangkan karena tanah tersebut merupakan tanah ulayat 40 nagari. Namun dalam putusan majelis Hakim PTUN Padang beberapa waktu lalu tidak menerima gugatan pemohon.

Pertimbangan majelis hakim karena perkara tersebut menyangkut pembuktian hak milik atas tanah sehingga tersebut harus diajukan terlebih dahulu ke Pengadilan Negeri karena merupakan sengketa perdata.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim merujuk kepada yurisprudensi Putusan MA No.88 K/TUN/1993, tanggal 7 September 1993 yang kaidah hukumnya pada pokoknya menyatakan, meskipun sengketa terjadi akibat dari surat keputusan pejabat, tetapi perkara tersebut menyangkut pembuktian hak milik atas tanah, gugatan harus diajukan terlebih dahulu ke Pengadilan Negeri karena merupakan sengketa perdata.

(ag/ril)

Kami Hadir di Google News