Hukum

Terdakwa Dugaan Korupsi Dana PNPM Pariangan Tanah Datar Dituntut 5 Tahun Penjara

91
×

Terdakwa Dugaan Korupsi Dana PNPM Pariangan Tanah Datar Dituntut 5 Tahun Penjara

Sebarkan artikel ini
sidang kasus pnpm pariangan
Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Tanah Datar sedang membacakan tuntutan kepada Gusnaldi dan Robert Aniza Dt Talanai Sati di Pengadilan Tipikor, Padang, Senin (18/1/2021). (adi hazwar)

MJNews.id – Gusnaldi, Ketua Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Kecamatan Pariangan Tanah Datar, dan Robert Aniza Dt. Talanai Sati, Kaur Perencanaan Pemerintah Nagari Tabek /Ketua Badan Koordinasi Antar Nagari (BKAN) dituntut masing-masing lima tahun penjara di Pengadilan Tipikor Padang, Jalan By Pass kilometer 23, Padang, Senin (18/1/2021).

Sidang dipimpin hakim ketua Yose Ana Rosalinda dibantu hakim anggota Mhd Takdir dan Zaleka Hutahalung serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Tanah Datar, Nelsa Fadilla, lndri Afnita dan Gunanda Rizal serta didampingi Penasihat Hukum (PH) Riefia Nadra cs.

“Hal-hal memberatkan perbuatan terdakwa telah menimbulkan kerugian keuangan negara, dan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tidak pidana korupsi,” kata JPU Gunanda Rizal.

Sedangkan yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama mengikuti persidangan, terdakwa memiliki tanggungan keluarga, mengakui perbuatannya dan terdakwa belum pernah dihukum.

Selain hukuman badan terdakwa juga dituntut membayar denda sebesar Rp200 juta, subsidair 6 bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp300 juta, subsidair pidana penjara selama satu tahun.

Majelis hakim yang diketuai Yose Ana Rosalinda memberikan PH terdakwa waktu satu minggu hingga (25/1/2021) untuk menyusun pledoi. 

Sebelumnya dalam dakwaan JPU, terdakwa Gusnaldi merupakan Ketua UPK PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Pariangan, Tanah Datar pada 2015. Saat itu PNPM tersebut melakukan pembelian tanah, yang berlokasi di Nagari Tabek, Kecamatan Pariangan seharga Rp600 juta dari seseorang bernama Bambang Antasena.

Namun, hal tersebut tidak sesuai dengan perjanjian surat jual antara Badan Kerjasama Antar Nagari (BKAN), yang ditandatangani terdakwa Rober selaku Ketua BKAN dan terdakwa Gusnaldi.

Kemudian, pada 20 Februari 2015 diadakan rapat Musyawarah Antar Nagari (MAN) di gedung Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) setempat. Rapat tersebut sebenarnya membahas tutup buku akhir tahun, dan bukan rapat pembelian tanah yang luasnya 2.400 meter persegi. Sehingga muncul dugaan terdakwa Gusnaldi dan terdakwa Rober memalsukannya, karena memang kedua terdakwa disebut membeli tanah tanpa persetujuan MAN. Padahal tanah itu dibeli termasuk dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Biaya (RAPB) UPK tahun 2015.

Diketahui juga, pembelian tanah tersebut dilakukan dengan menggunakan dana Simpan Pinjam Perempuan (SPP), yang seharusnya disalurkan kepada masyarakat, sehingga tanah tersebut menjadi permasalahan. Setiap pertemuan rapat, terdakwa mengaku kalau sertifikat tanah berada dalam jaminan Bank Mega Bukittinggi dan tanah tersebut sudah dibalik-namakan menjadi Paule Ricke, yang kemudian terdakwa tetap membeli tanah itu.

Setelah tanah tersebut dilakukan pelunasan kepada Bank Mega Cabang Bukittinggi, sertifikat tanah tersebut dibawa ke notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), guna memproses peralihan hak dan didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk dicatat. Pasalnya, UPK tidak memiliki badan hukum. Sehingga bukan termasuk subjek hak yang dapat melakukan permohonan hak milik atas tanah. Selain itu, peralihan atas sertifikat hak milik nomor 297, tidak dapat dilakukan karena tanpa pelepasan hak dari pemilik sertifikat, yaitu Paule Ricke.

Kemudian, berdasarkan laporan hasil Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), telah terdapat kerugian negara sebesar Rp600 juta. Jumlah tersebut merupakan total dari dana SPP yang dikeluarkan untuk pembelian aset yang hak miliknya tidak diperoleh oleh negara.

(adi)

Kami Hadir di Google News