Hukum

Penghentian Penanganan Kasus Dugaan Tambang Ilegal PT Dempo di Pessel Menuai Tanda Tanya

102
×

Penghentian Penanganan Kasus Dugaan Tambang Ilegal PT Dempo di Pessel Menuai Tanda Tanya

Sebarkan artikel ini
police line pada mesin stone crusher pt dempo
Police line pada mesin stone crusher atau mesin pemecah batu dan sejumlah alat berat di lokasi pembangunan PLTMH PT Dempo Sumber Energi. (ist)

MJNews.id – Beberapa waktu lalu, Polda Sumbar melalui pemberitaan pada beberapa media massa menyatakan menghentikan pengusutan kasus dugaan tambang ilegal PT Dempo. Hal ini sontak menimbulkan tanda tanya di masyarakat, ada apa di balik semua itu?

 

Istilah Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas beberapa waktu belakangan sering disebut-sebut oleh masyarakat Pelangai Gadang, Kecamatan Ranah Pesisir, Kabupaten Pesisir Selatan, usai Polda menyatakan penghentian penanganan kasus tambang ilegal PT Dempo. Banyak yang bertanya apa alasan logis pihak Polda Sumbar melakukan hal tersebut.

 

Sebagaimana informasi dari pemberitaan antarasumbar.com, Sabtu 9 Januari 2021, Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat telah menghentikan penanganan kasus dugaan penambangan ilegal oleh PT Dempo Sumber Energi di kawasan hutan di Kecamatan Ranah Pesisir, Kabupaten Pesisir Selatan.

 

Pada berita tersebut, dikatakan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumbar, Kombes Pol Joko Sadono melalui pesan WhatsApp pada wartawan, Kamis, 31 Desember 2020, menyatakan Kasus tersebut sudah dihentikan.

 

Ketika alasan penghentian ditanya, ia berjanji untuk mencari datanya terlebih dahulu. Selanjutnya pada Minggu, 03 Januari 2020 masih melalui pesan WhatsApp, ia mengatakan akan memberikan datanya pada Senin, 4 Januari 2020. Namun hingga sekarang tidak diperoleh informasi terkait penghentian kasus tersebut.

 

Raja Adat Pelangai di Kecamatan Ranah Pesisir, Kabupaten Pesisir Selatan, ketika diwawancara wartawan mengatakan, mendorong Polda Sumbar terbuka perihal alasan penghentian kasus penambangan batu di aliran sungai di kawasan hutan yang diduga ilegal oleh PT Dempo Sumber Energi.

 

“Melalui salah satu media dalam jaringan saya mendapat kabar bahwa kasus tersebut telah dihentikan, namun pejabat Polda tidak menjelaskan alasannya, mestinya dijelaskan,” kata Raja Adat Pelangai, Marwan Tuanku Sutan Pariaman di Painan, Selasa (19/1/2021).

 

Ia menyebut, dengan adanya alasan yang jelas, maka masyarakat akan mengetahui seluk beluk penanganan dengan terperinci.

 

Secara keseluruhan, ia mengaku sangat mendukung adanya investor yang menanamkan modalnya di sektor pembangkit listrik tenaga air di Pelangai, kendati demikian jika terdapat persoalan ia meminta dituntaskan dengan profesional oleh pihak terkait.

 

Salah satu rentetan penanganan yang dilakukan Polda Sumbar ialah pemasangan “police line” pada mesin stone crusher atau mesin pemecah batu dan sejumlah alat berat di lokasi pembangunan PLTMH PT Dempo Sumber Energi pada Minggu, 12 Januari 2020, hal itu dilakukan karena aktivitas tersebut diduga melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

 

Sementara itu, sebelumnya, pada Jumat, 15 November 2019, Humas PT Dempo Sumber Energi, Ruslan, menyebut, bahwa perusahaan telah mengeruk bebatuan di aliran Sungai Pelangai Gadang sejak pekan kedua November 2019.

 

Pengerukan dilakukan di dua titik dari tiga titik yang direncanakan, kendati demikin ia mengakui bahwa perusahaan belum mengantongi izin.

 

Pada Senin, 19 November 2019, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pesisir Selatan, yang waktu itu dijabat oleh Jumsu Trisno, membenarkan bahwa pihaknya belum mengeluarkan rekomendasi penerbitan izin galian C di lokasi, dan ia juga mendorong agar kegiatan segera dihentikan.

 

Direktur Rumah Bantuan Hukum, Sumatera Barat, Sahnan Sahuri Siregar, menyebutkan penambangan tanpa izin merupakan tindak pidana sesuai amanah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

 

“Di pasal 158 pada UU Nomor 4 Tahun 2009 itu, disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar,” kata Sahnan dihubungi di Painan, Selasa (19/1/2021).

 

Menurut dia, pada pasal yang dimaksud deliknya jelas, yakni aktivitas penambangan tanpa izin oleh perorangan ataupun badan usaha yang berbadan hukum.

 

“Fokusnya ada pada izin, sepanjang tidak mengantongi izin maka itu perbuatan yang dapat dipidana,” tambahnya.

 

Ketika diminta tanggapan terkait aktivitas penambangan yang dilakukan PT Dempo Sumber Energi di kawasan hutan di Nagari Pelangai Gadang, Kabupaten Pesisir Selatan, ia menyebut tergantung dokumen perizinan yang dikantongi perusahaan.

 

“Dempo sudah mengantongi izin atau belum, sepanjang izinnya bisa dibuktikan maka usahanya legal, namun jika tidak, bisa dipastikan ilegal,” ungkapnya.

(Tim)

Kami Hadir di Google News