BeritaParlemen

Ketimpangan dan Ketidakadilan Akar Konflik Agraria

65
×

Ketimpangan dan Ketidakadilan Akar Konflik Agraria

Sebarkan artikel ini
BAP DPD RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan perwakilan masyarakat
BAP DPD RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan perwakilan masyarakat. (f/dpd)

Mjnews.id – Ketimpangan dan ketidakadilan dalam hal penguasaan tanah merupakan akar konflik agraria dan sebagai persoalan yang sangat akut, di mana telah dicatatkan bahwa 68 persen tanah yang berada di wilayah Indonesia dikuasai oleh satu persen sekelompok pengusaha dan korporasi besar.

Sebanyak 16 juta keluarga petani menggantungkan hidupnya hanya pada tanah dengan rata-rata luasan di bawah setengah hektare.

Untuk itu, Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI sangat concern terhadap isu Hak Asasi Manusia dalam eskalasi nasional khususnya dalam permasalahan konflik agraria.

Demikian dikatakan Wakil Ketua BAP DPD RI, Evi Apita Maya di Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu 13 Maret 2024.

“Sebanyak 16 juta keluarga petani menggantungkan hidupnya hanya pada tanah dengan rata-rata luasan di bawah setengah hektare. Kami sangat concern terhadap persoalan ini, khususnya yang terkait dengan konflik agraria. Terkait banyaknya laporan resmi masyarakat atas permasalahan sengketa lahan di beberapa daerah, hari ini BAP DPD RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan perwakilan masyarakat,” tutur Evi saat memimpin rapat tersebut.

Dalam RDPU tersebut, BAP DPD RI mendengarkan paparan dan persoalan yang tengah dialami oleh perwakilan Pusat Serikat Tani dan Nelayan (PP STN) Kabupaten Muaro Jambi, para pemohon Kasasi PTPN IX dari Provinsi Jawa Tengah, perwakilan masyarakat Desa Kabalukin Kabupaten Kepulauan Aru dan perwakilan masyarakat terkait pelanggaran Peraturah Daerah (Perda) di Provinsi Kalimantan Timur.

“Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan terukur terkait isu permasalahan tersebut, kami meminta agar perwakilan masyarakat yang telah hadir dapat memberi pemaparan secara lebih komprehensif,” sambung Evi yang merupakan Senator asal Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Bagas Ardhianto Saputra, sebagai Ketua dari PP STN menjelaskan permasalahan yang bergulir berupa sengketa lahan antara PP STN dengan PT. Ricky Kurniawan Kertapersada (PT. RKK). Padahal menurutnya PT. RKK masih memakai lahan tanpa ada legal standing yang jelas.

“Putusan Mahkamah Agung Nomor 105 PK/TUN/2014 telah membatalkan 682 hektare Hak Guna Usaha (HGU) milik PT RKK. Namun sejak 2014 sampai sekarang, PT. RKK masih menggunakan lahan tersebut untuk budidaya dan permanen. Hal ini memicu bentrokan antar kelompok tani masyarakat dan kelompok tani Mitra PT. RKK,” ucap Bagas.

Kami Hadir di Google News