HeadlineSumatera Barat

Demo Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di DPRD Sumbar Ricuh

60
×

Demo Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di DPRD Sumbar Ricuh

Sebarkan artikel ini
Demo Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di DPRD Sumbar Ricuh
Sejumlah remaja yang mengenakan seragam putih abu-abu terlibat bentrok, dengan melempari batu ke arah aparat kepolisian, saat aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Sumatera Barat, Kamis (8/10/2020). (givo alputra)

mjnews.id – Aksi demo penolakan UU Cipta Kerja di depan DPRD Sumbar, Kamis (8/10/2020) sempat ricuh. Tembakan gas air mata dilesatkan berkali-kali oleh aparat saat massa mulai rusuh. Bentrokan antara massa dan aparat tak terelakkan. Sejumlah massa anarki dengan melemparkan batu, botol air mineral dan berbagai benda keras lainnya ke arah aparat keamanan.

Pada awalnya aksi demo berlangsung tertib walaupun memang ada aksi bakar ban. Demo dimulai sekitar pukul 13.00 WIB kurang. Namun, waktu berselang, aksi kerusuhan mulai terjadi dimulai dengan tindakan provokasi sekelompok massa yang memaki-maki aparat. Mereka kemudian melempari aparat dengan batu. Selain melempari aparat, massa juga melempari sisi kiri gedung DPRD Sumbar.

Untuk menertibkan kericuhan, bunyi tembakan gas air mata ditembakkan aparat berkali-kali. Sambil “memukul mundur” massa dari lokasi demo di ruas jalan S. Parman hingga ke jembatan di dekat Basko Grand mall. Sejumlah pendemo yang diduga provokator sempat dikejar aparat yang menggunakan sepeda motor, lalu diamankan.

Saat aksi demo dibubarkan, sekelompok massa ada yang sempat memblokade jalan di Khatib Sulaiman yakni ruas jalan dari rumah makan Lamun Ombak menuju gedung DPRD. Namun penutupan tak berlangsung lama, karena dibubarkan menjelang pukul 18.00.

Berdasarkan info yang didapat, sejumlah pendemo yang diduga provokator merupakan biang dari kericuhan tersebut. Mereka diduga dan mengaku pelajar, bukan bagian dari mahasiswa yang tergabung dalam berbagai organisasi yang dijadwalkan berdemo pada hari itu. Sekelompok massa ini diamankan aparat kepolisian untuk ditindak lebih lanjut karena ada yang tertangkap membawa senjata tajam.

Untuk diketahui, ratusan massa demo hari itu berasal dari mahasiswa lintas perguruan tinggi yang tergabung dalam berbagai organisasi, yakni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), HMI, Limamira dan persatuan mahasiswa islam lainnya. Tujuan aksi demo mereka kurang lebih sama dengan tuntutan aksi demo sehari sebelumnya, Rabu (7/10). Aksi demo direncanakan tiga hari yakni mulai Rabu hingga Jumat (7-9/10).

Inti Tuntutan Pendemo

Koordinator lapangan PMII Sumbar, Muharsyad Al Azif mengatakan mengatakan mereka menuntut presiden Jokowi untuk tidak menandatangani UU tersebut. Mereka juga mendukung penuh uji materi (judicial review) UU Cipta kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kami dengan tegas menolak UU Cipta Kerja karena tidak berpihak pada rakyat kecil, terutama buruh,” paparnya. Ketidakberpihakan ini salah salah satunya terlihat pada BAB IV UU Cipta kerja, yakni pasal 59 terkait pengupahan pekerja, pasal 91 tentang aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai dengan ketentuan justru dihapus. Kemudian pasal 169 juga menghaous hak pekerja atau buruk mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika merasa dirugikan oleh perusahaan.

Menurut mereka UU tersebut hanya memfasilitasi kepentingan monopoli ekonomi korporasi dan oligarki dengan dalih mendorong pemulihan ekonomi nasional. DPR dan pemerintah dalam proses pembuatan UU tersebut dinilai tidak partisipatif dan eksklusif. Seharusnya dilakukan dengan melibatkan unsur pekerja. Namun ini tidak dilakukan.

“Ini melanggar Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan UU,” ujarnya.

Lalu, lanjut dia, dengan disahkannya UU tersebut, tenaga kerja asing (TKA) akan lebih mudah masuk karena adanya penghapusan kewajiban menaati ketentuan mengenai jabatan dan kompetensi bagi TKA.

Jawaban DPRD Sumbar

Sama seperti aksi demo sehari sebelumnya, Ketua DPRD Sumbar, Supardi kembali menemui pendemo pada Kamis (8/10/2020). Supardi meminta para pendemo tidak terpicu provokasi dan melalukan tindakan anarki.

Pada massa, Supardi menegaskan DPRD siap melanjutkan aspirasi pendemo ke Presiden dan DPR RI untuk ditindaklanjuti.

Dia menegaskan apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat tidak bisa dibatalkan atau ditolak oleh pemerintah daerah. Perihal pembuatan UU juga bukan merupakan kewenangan pemerintah provinsi. Namun merupakan kewenangan pemerintah pusat.

“Namun, DPRD siap menyertakan surat pengantar untuk meneruskan aspirasi adik-adik (pendemo-red) secara tertulis ke pemerintah pusat. Nanti kita kirimkan secara resmi disertai nomor registrasi surat resmi DPRD. Kami, DPRD akan melanjutkan tuntutan ini pada Presiden dan pihak terkait lainnya untuk ditinjau kembali sesuai dengan aspirasi adik-adik,” ujarnya.

(Tim)

Kami Hadir di Google News