MagelangJawa Tengah

Sekolah Budaya Nittramaya Adakan Seni Baca Relief di Aula Polres Magelang Kota

82
×

Sekolah Budaya Nittramaya Adakan Seni Baca Relief di Aula Polres Magelang Kota

Sebarkan artikel ini
Sekolah Budaya Nittramaya Adakan Seni Baca Relief di Aula Polres Magelang Kota
Sekolah Budaya Nittramaya Adakan Seni Baca Relief di Aula Polres Magelang Kota. (f/humas)

MJNews.id – Sekolah Budaya Nittramaya Magelang gelar Seni Baca Relief di Aula Polres Magelang Kota, Minggu (19/11/2023), dengan Penambat Bahan Belajar (narasumber utama) Bambang Eka Prasetya yang dikenal dengan sebutan E-Yang Bep.

Hadir Kapolres Magelang Kota, Polda Jawa Tengah, AKBP Yolanda Evalyn Sebayang, diwakili Kabag SDM Kompol M. Khoirul Anwar, Bagian Operasional Taman Kyai Langgeng (TKL) Zaenal Arifin, perupa “Daun Jati” Nurfu Ad, serta puluhan peserta belajar seni baca relief dari beberapa wilayah Kabupaten Magelang dan Kota Magelang.

Dalam sambutan pengantarnya, E-Yang Bep mengajak untuk belajar bersama tentang ajaran leluhur yang tertera dalam panel-panel Candi Borobudur.

“Karena semua di dalam ribuan panel relief di Candi Borobudur berisi tentang ajaran baik bagaimana kita hidup di dunia. Dari mana kita berasal, bagaimana seharusnya kita hidup, ke mana kita sesudah hidup di dunia. Sehingga kita paham akan hakikat sebagai manusia,” ujarnya.

Pada sesi pertama, salah satu penyampai materi, Retno Harjanti, bercerita tentang sepasang singa kembar, Hiri dan Ottapa, yang diambil dari buku Maha Parinibana Bab 1 tentang Sapta Paramita. Dijelaskan bahwa Hiri artinya malu berbuat jahat, dan Ottapa artinya takut akan akibat berbuat jahat.

“Singa kembar ini menjaga pintu masuk Candi Borobudur, mengingatkan kita untuk selalu takut berbuat jahat dan takut akan akibat berbuat jahat itu. Artinya kita harus berbuat baik dan menebar kebaikan,” kata Retno.

Retno menjelaskan beberapa tingkatan manusia, yang pertama adalah Teracano, yaitu manusia berhati binatang. Kemudian kedua, Petho yaitu manusia berhati setan.

“Tingkatan ketiga adalah Manusa, manusia sewajarnya, manusia berhati manusia. indikasinya memiliki sifat ikhlas, welas, dan mawas atau baik hati, murah hati, dan rendah hati. Sedangkan tingkatan terakhir adalah Manusa Dewa (manusia dewa), manusia berhati dewa yang selalu berbuat baik,” terangnya.

“Sebagai manusia sewajarnya, maka kita harus meninggalkan sifat buruk. Yaitu Loba (serakah), Dosa (benci), dan Moha (kebodohan batin),” ajaknya.

Pada sesi kedua tampil Nurlaela (Mpok Lela) yang bercerita tentang kelinci yang bijaksana, diambil dari Sasa Jataka panel nomor 23-25 relief Candi Borobudur. Dilanjutkan sesi ketiga oleh pemateri E-Yang Bep menceritakan Shresti Jataka panel nomor 15-18, dan Awishahya Jataka panel nomor 19-22 relief Candi Borobudur.

Acara ditutup dengan ucapan terimakasih oleh Kapolres Magelang Kota melalui Kabag SDM Kompol M. Khoirul Anwar. Disampaikan kegiatan ini merupakan kegiatan edukasi yang sangat positif, bahkan jarang ditemui pada pembelajaran di sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan, baik dari tingkat SD hingga perguruan tinggi.

“Banyak pesan moral dalam cerita yang kita simak tadi. Bahkan itu baru sebagian dari panel-panel relief yang ada di dinding Candi Borobudur. Terimakasih telah hadir dan belajar bersama dengan para pecinta budaya,” ucap Kompol Anwar.

(*/yyk)

Kami Hadir di Google News