Ekonomi

Rame-rame Minta Presiden Cabut Perpres Investasi Miras

69
×

Rame-rame Minta Presiden Cabut Perpres Investasi Miras

Sebarkan artikel ini

miras 

MJNews.id – Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) meminta pemerintah mempertimbangkan lagi dampak dari dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 yang memuat di bidang investasi minuman keras (miras). Ia menegaskan pelegalan miras dapat membawa berbagai dampak buruk bagi masyarakat.

HNW mengulas meskipun dalam Lampiran III Perpres No. 10/2021 menerangkan investasi miras hanya diperbolehkan di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Papua, namun ada ketentuan daerah-daerah lain juga dapat membuka investasi industri miras, bila syaratnya yang ringan itu terpenuhi. Hal itu jelas dinyatakan dalam Lampiran III angka 31 dan angka 32 huruf b.

Lampiran III Perpres angka 31 dan angka 32 huruf b jelas menerangkan penanaman modal di luar (provinsi-provinsi yang disebut dalam) huruf a (tersebut di atas), Dapat Ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan Gubernur.

“Artinya, izin investasi untuk memproduksi minuman beralkohol, bisa berlaku di luar 4 provinsi tersebut, dan karenanya juga bisa berlaku untuk semua daerah, bila 2 syarat yang ringan itu terpenuhi, yaitu penetapan Kepala BKPM atas usulan dari Gubernur,” tegas HNW dalam keterangannya, Senin (1/3/2021).

HNW mengingatkan efek negatif yang dapat ditimbulkan dari miras. Baru beberapa hari lalu, kata HNW, di Jakarta terjadi tindakan kriminal terkait miras. Seorang oknum polisi yang diduga mabuk menembak empat orang, mengakibatkan dua pekerja kafe dan satu anggota TNI tewas.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyampaikan Perpres tersebut menuai penolakan dari berbagai kalangan keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), juga tokoh masyarakat di daerah. Penolakan itu mengalir karena dikhawatirkan efek negatif dari miras membahayakan keselamatan masyarakat.

“Di Papua, Anggota DPD dari Papua dan Kelompok Kerja Agama Majelis Rakyat Papua (MRP) juga sudah menyampaikan penolakannya, karena miras dinilai membahayakan eksistensi masyarakat Papua,” ujarnya seperti dikutip detikcom.

“Kasat Serse Polwiltabes Manado juga menyampaikan miras jadi pemicu meningkatnya kriminalitas di Manado, Sulawesi Utara. Sementara di NTT juga ada laporan kejahatan adik yang karena mabuk miras malah tega bunuh kakak kandungnya sendiri,” imbuhnya.

HNW mengatakan penolakan tersebut seharusnya menjadi pertimbangan Presiden Jokowi untuk meninjau ulang keberadaan Perpres itu. Ia khawatir Perpres ini akan menimbulkan keresahan dan kegaduhan di daerah-daerah lainnya, bukan hanya Papua.

Ia pun mengingatkan soal kemudahan bagi daerah lain yang ingin membuka investasi miras. Hanya cukup berbekal ketetapan Kepala BKPM dan atas usulan dari gubernur, yang keduanya bisa bersifat subjektif, tanpa memerlukan keterlibatan pembahasan dan persetujuan dari DPRD pemerintah daerah bisa mengajukan izin investasi miras.

“Indonesia memang perlu investasi, tapi investasi yang bisa membangkitkan ekonomi dan kesejahteraan seluruh Rakyat Indonesia, dan aman terhadap dampak sosial, keamanan dan moral. Bukan yang hanya lebih menguntungkan investor tapi merugikan rakyat dan negara, karena investasi yang malah merusak keamanan, kesehatan, moral dan masa depan generasi muda,” ujarnya.

“Jadi, demi melindungi seluruh Rakyat Indonesia, sebagaimana perintah Konstitusi, dan untuk kemaslahatan terbesar bagi Rakyat dan NKRI, juga sesuai dengan prinsip memperhatikan budaya dan kearifan lokal, lebih afdhal bagi Presiden Jokowi untuk lebih cepat mencabut atau menarik Perpres bermasalah ini,” wanti HNW.

Penolakan dari PBNU

Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj, menolak Perpres terkait investasi miras di Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara (Sulut), hingga Papua tersebut. Said lantas mengutip salah satu ayat Alquran.

“Kita sangat tidak setuju dengan Perpres terkait investasi miras. Dalam Al-Quran dinyatakan yang artinya, “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan”,” kata Said Aqil dalam keterangan tertulis, Senin (1/3/2021).

Said Aqil mengatakan setiap kebijakan pemerintah seharusnya mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat. Dia menegaskan miras telah dilarang tegas oleh agama.

“Karena agama telah tegas melarang, maka harusnya kebijakan pemerintah itu menekan konsumsi minuman beralkohol, bukan malah didorong untuk naik,” ujar Said Aqil.

Said Aqil mengatakan miras ini sudah seharusnya dicegah dan tidak boleh ditoleransi karena berbahaya dan berdampak negatif. Dia mengutip kaidah fikih yaitu Ar-ridho bisysyai, ridho bima yatawalladu minhu yang berarti rela terhadap sesuatu artinya rela terhadap hal-hal yang keluar dari sesuatu tersebut).

“Kalau kita rela terhadap rencana investasi miras ini, maka jangan salahkan kalau nanti bangsa kita rusak,” ucapnya.

Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Di sini, diatur juga soal penanaman modal untuk minuman beralkohol.

Seperti dikutip dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021, penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. Penanam modal bisa berupa perseorangan atau badan usaha.

Semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, tapi ada yang dikecualikan. Berikut ketentuannya:

Pasal 2

(1) Semua Bidang Usaha terbuka bagi kegiatan Penanaman Modal, kecuali Bidang Usaha:

a. yang dinyatakan tertutup untuk Penanaman Modal; atau

b. untuk kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

(2) Bidang Usaha yang dinyatakan tertutup untuk Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah Bidang Usaha yang tidak dapat diusahakan sebagaimana Bidang Usaha yang tercantum dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Lalu, soal minuman keras termuat dalam lampiran III Perpres soal daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu.

Penolakan PP Muhammadiyah

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah pun angkat bicara terkait Peraturan Presiden (Perpres) No 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang di antaranya mengatur investasi minuman beralkohol atau miras tersebut. Apa tanggapan PP Muhammadiyah?

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, pemerintah harus mendengarkan aspirasi dari masyarakat yang menolak Perpres Miras itu. “Pemerintah sebaiknya bersikap arif dan bijaksana serta mendengar arus aspirasi masyarakat, khususnya umat Islam, yang berkeberatan dengan diterbitkannya Perpres nomor 10/2021 tentang produksi dan distribusi minuman keras,” kata Abdul Mu’ti kepada detikcom, Senin (1/3/2021).

Selain itu, Mu’ti meminta pemerintah agar tidak melihat keuntungan dari sektor ekonomi terkait munculnya Perpres Miras tersebut. Namun agar lebih mementingkan dampak moral bagi bangsa Indonesia. “Sebaiknya pemerintah tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi saja, tetapi juga dampak kesehatan, sosial, dan moral bangsa,” ujarnya seperti dikutip detikcom.

“Selain bertanggung jawab menciptakan kesejahteraan material, pemerintah juga berkewajiban menjaga dan membina moralitas masyarakat,” imbuh Mu’ti.

Penolakan terhadap Perpres itu juga datang dari Pemuda Muhammadiyah. Pengurus Wilayah (PW) Pemuda Muhammadiyah Jatim misalnya, menyatakan tegas menolak investasi miras. Mereka menilai masih banyak cara menarik investor selain membuka gerbang investasi miras karena Indonesia negara yang kaya akan ragam sumber daya alam dan budaya.

“Seperti tidak ada cara lain saja meningkatkan investasi. Indonesia yang kaya akan aneka ragam sumber daya alam dan kebudayaan adalah kekuatan besar,” kata Wakil Kabid Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) PW Pemuda Muhammadiyah Jatim Al Muslimun dalam keterangan resminya yang diterima detikcom, Senin (1/3).

“Maka melegalkan minuman keras dengan dalih meningkatkan investasi adalah bentuk negara kurang kreatif. Negara jelas mengesampingkan moral publik,” imbuh pria yang akrab disapa Cak Mun itu.

Untuk itu, lanjut Cak Mun, pihaknya meminta pemerintah untuk meninjau ulang Perpres Investasi Miras. Tak hanya itu, pemerintah juga harus mampu menjelaskan kearifan lokal yang disebutkan sebagai landasan Perpres. Karena jika tidak, maka isu tersebut akan menimbulkan kegaduhan antara pro dan kontra di masyarakat.

“Pemerintah juga perlu benar-benar mempertimbangkan kebijakan legalisasi tersebut. Jangan sampai dalih kearifan lokal digaungkan sementara mengesampingkan kearifan lokal yang lain,” jelas pria yang juga menjabat Komandan Kokam PW Pemuda Muhammadiyah Jatim itu.

“Kalau memang pemerintah punya argumentasi yang cukup kokoh untuk mempertahankan Perpres tersebut, jelaskan secara terbuka dan bangun komunikasi yang asertif pada masyarakat luas. Jangan dibiarkan gaduh (pro dan kontra) yang membuat polarisasi di tengah masyarakat semakin tajam. Hal tersebut mengurangi produktivitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tambah Cak Mun.

Menurut Cak Mun, meski Perpres Investasi Miras hanya akan diberlakukan di 4 provinsi, namun dia juga ragu pemerintah bakal mampu mengawasi dan memantau produksi dan peredarannya. Sebab jika tidak, bukan tidak mungkin peredarannya bisa semakin meluas.

“Selain itu juga, saya kurang yakin pemerintah dapat melakukan pemantauan secara serius terhadap perpres tersebut. Jika pemantauannya buruk maka akan punya akibat yang lebih buruk dari sebelum perpres ditanda tangani,” ujarnya.

“Jangan-jangan produksi miras melebar ke wilayah selain 4 Provinsi yang ada dalam Perpres tersebut. Dan akibatnya jadi fatal, yakni merusak tatanan sosial dan harmoni di masyarakat,” tandas Cak Mun.

(***)

Kami Hadir di Google News