Ekonomi

Utang Pemerintah Indonesia Sudah Lampu Kuning

97
×

Utang Pemerintah Indonesia Sudah Lampu Kuning

Sebarkan artikel ini
Yusuf Rendy
Yusuf Rendy.

JAKARTA, MJNews.ID – Utang Pemerintah Pusat membengkak. Periode April 2021 meroket menjadi Rp 6.527,29 triliun. Dengan jumlah itu, rasio utang pemerintah mencapai 41,18% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Jumlah itu bertambah Rp82,22 triliun dibandingkan dengan akhir bulan sebelumnya sebesar Rp6.445,07 triliun.

Rasio utang pemerintah pun sudah mencapai 41,18% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan menurut Undang-Undang (UU) Keuangan Negara, rasio maksimal utang pemerintah sebesar 60% dari PDB.

Menanggapi hal itu, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy mengatakan, lonjakan utang pemerintah pusat sebagai tanda lampu kuning. Pemerintah harus hati-hati melihat rasio yang sudah melebihi 40%.

“Katakanlah melakukan asumsi, kalau yang cocok rasio 60% untuk negara seperti Indonesia, artinya angka 40% ini semacam sebaggai tanda lampu kuning, karena sekarang ini sudah mencapai 40% lebih, di 41,8%, kita harus hati-hati dalam melihat rasionya,” ujarnya.

Utang sebanyak itu, apakah sepadan dengan belanja negara? 

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy mengatakan ada dua sisi yang bisa dilihat apakah penambahan utang negara ini sepadan atau tidaknya dengan belanja negara.

Pertama, jika berbicara proses pemulihan ekonomi yang sedang dilakukan pemerintah saat ini, menurutnya, ada kemajuan yang terlihat pada pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2021 yang sudah hampir menuju positif, meski masih kontraksi.

“Kalau misalnya berbicara target pemulihan ekonomi saya kira meskipun berjalan dalam ritme relatif lambat tapi harus kita akui bahwa tahun lalu sampai kuartal tahun ini itu terjadi perbaikan pertumbuhan ekonomi ya. kita tahu bahwa setelah kontraksi -5% di kuartal II tahun lalu dan kuartal I-tahun ini hampir menuju ke level positif walaupun masih di level negatif,” jelasnya, seperti diwartakan detikcom.

Ia mengungkap pertumbuhan ekonomi itu tidak lepas dari stimulus besar-besaran yang diberikan pemerintah kepada masyarakat. Seperti berbagai macam bantuan sosial yang terus diluncurkan.

“Kenapa ini bisa terjadi, ini tidak lepas dari bantuan yang diberikan oleh pemerintah dalam berbagai bentuk, seperti belanja PEN untuk berbagai bantuan untuk perlindungan sosial, kesehatan, UMKM, dan bantuan yang lain, jadi diukur dari situ relatif sepadan,” ujarnya.

Namun, jika dibandingkan dengan target pemerintah yang harus tercapai. Ia tegas mengatakan harus ada yang dievaluasi, khususnya dalam konteks belanja pemerintah. Dia pun menyinggung belanja Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang masih kurang dieksekusi.

“Kalau dilihat dari target yang harus dicapai pemerintah, memang penambahan nilai utang ini sebagai macam hal perlu dievaluasi, khususnya dari konteks bagaimana belanja pemerintah direalisasikan. kalau kita lihat di tahun lalu, belanja PEN kita tahu tidak 100% hanya 80%, masih ada sisa yang kemudian tidak dibelanjakan di tahun ini,” tuturnya.

Yusuf mengingatkan pemerintah untuk melihat kemampuan dalam menarik utang yang harus diimbangi dengan kemampuan pemerintah dalam membelanjakan utang itu sendiri.

“Yang perlu digarisbawahi adalah kemampuan pemerintah dalam menarik utang itu harus diimbangi oleh kemampuan pemerintah dalam eksekusi belanja dari utang yang ditarik tersebut. jangan sampai utang yang sudah ditarik tidak bisa dieksekusi secara optimal dan justru meninggalkan celah tidak optimalnya,” katanya.

Ia pun menyinggung pemerintah yang masih kurang dalam mendorong pemulihan dalam penanganan kesehatan dibandingkan negara-negara lain. Terutama anggaran untuk test, tracing dan isolasi.

“Salah satu belanja PEN yang tidak tereksekusi dengan baik yakni belanja kesehatan, padahal kesehatan kita tahu untuk mendorong pemulihan lebih optimal unsur penanganan kesehatan ini merupakan suatu hal yang mutlak harus dilakukan, untuk memperbanyak vaksinasi, memperbanyak test, tracing dan isolasi. dalam berbagai kesempatan dan berbagai ahli mengatakan kapasitas test, tracing dan isolasi itu masih kurang. Jika dibandingkan negara-negara lain,” tutupnya.

(*/dtc)

Kami Hadir di Google News