Ekonomi

Semua Barang dan Jasa Bakal Kena Pajak Pertambahan Nilai

97
×

Semua Barang dan Jasa Bakal Kena Pajak Pertambahan Nilai

Sebarkan artikel ini
sri mulyani
Sri Mulyani Indrawati.

JAKARTA, MJNews.ID – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan semua barang dan jasa bakal dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN), kecuali beberapa jenis barang dan jasa tertentu.
Dia menjelaskan pengaturan kembali objek PPN dan fasilitas PPN dilakukan agar lebih mencerminkan keadilan serta tepat sasaran.
Disebutkannya, PPN dikecualikan untuk barang dan jasa yang menjadi objek pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD), meliputi restoran, hotel, parkir, hiburan.
“Semuanya diberlakukan PPN, namun ada kecuali yang menjadi objek PDRD, yaitu yang menjadi pajak daerah,” kata dia dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi XI DPR RI, Senin 28 Juni 2021.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu melanjutkan, uang dan emas batangan untuk cadangan devisa negara dan surat berharga juga dikecualikan dari pengenaan PPN. 
“Kemudian jasa pemerintahan umum yang tidak dapat disediakan pihak lain, dan jasa penceramah agama,” jelasnya yang dikutip detikcom.
Dia juga menjelaskan fasilitas yang tidak dipungut PPN atas barang kena pajak atau jasa kena pajak (BKP/JKP) tertentu, yakni yang mendorong ekspor di dalam dan di luar kawasan tertentu, dan hilirisasi SDA.
“Kita juga menerapkan fasilitas PPN dibebaskan atas barang kena pajak atau jasa kena pajak yang sifatnya strategis, dan diubah menjadi fasilitas PPN yang tidak dipungut. Dan terakhir kelaziman dengan perjanjian internasional,” tambahnya.
Lebih jauh Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyebut barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak akan dikenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) lebih rendah. Itu meliputi sembako dan jasa pendidikan atau sekolah.
“Terutama untuk kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dikenakan dengan PPN tarif yang lebih rendah dari tarif normal,” kata dia dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi XI DPR RI, Senin 28 Juni 2021.
Bahkan, PPN ini bisa juga tidak dipungut atau tidak berlaku bagi masyarakat yang tidak mampu. Itu dapat dikompensasi dengan pemberian subsidi.
“Sekali lagi di sini kita bisa menggunakan tangan subsidi yaitu belanja negara di dalam APBN, dan tidak menggunakan tangan PPN-nya. Ini menjadi sesuatu di dalam rangka untuk compliance maupun untuk memberikan targeting yang lebih baik,” jelasnya.
Untuk PPN multi tarif, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyampaikan bahwa tarif umum dinaikkan dari 10 menjadi 12%, namun pihaknya juga memperkenalkan kisaran tarif 5% sampai dengan 25%.
“Kemudahan dan kesederhanaan PPN dalam hal ini seperti penerapan GST, yaitu PPN untuk barang kena pajak atau jasa kena pajak tertentu dengan tarif tertentu yang dihitung dari peredaran usaha. Ini untuk simplifikasi karena banyak aspirasi untuk penerapan GST di Indonesia,” tambahnya.
(***)

Kami Hadir di Google News