Ekonomi

Pengrajin Dharmasraya Tawarkan 20 Jenis Motif Batik Tanah Liat Khas Minangkabau

297
×

Pengrajin Dharmasraya Tawarkan 20 Jenis Motif Batik Tanah Liat Khas Minangkabau

Sebarkan artikel ini
pengrajin batik dharmasraya
Dua pengrajin batik ketika melakukan proses pembatikan dengan metode tradisional bermotifkan corak khas Minangkabau. (ist)

MJNews.id – Agaknya pencinta fashion jenis batik harus berkunjung ke Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Kini, pengrajin batik tanah liat di bumi mekar Dharmasraya menawarkan 20 jenis motif batik berbasiskan kearifan lokal. Motif-motif batik ini siap membuat siapa saja terlihat makin mempesona dan luar biasa. Harga batik ini dibandrol dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Motif batik yang ditawarkan menjadi strategi pembeda dalam meningkatkan daya saing dalam memasarkan produk yang dihasilkan.

Kepala Bidang Perindustrian, Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan (Diskumperdag) Dharmasraya, Elsy Oktavia mengatakan, hingga saat ini pengrajin di Dharmasraya sudah memproduksi 20 motif batik tanah liat khas suku Minangkabau serta motif berlatarkan tema tentang Dharmasraya tempo dulu dan kekinian.

“Motif batik tersebut berupa, randang pakih, candi padang roco, candi pulau sawa, jembatan kawat sungai dareh serta beragam motif unggulan lainnya yang lazim dipakai pada produk kerajinan songket khas suku minangkabau,” ungkap Elsy Oktavia, Minggu (17/1/2021).

Katanya, batik tanah liat tersebut bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk akulturasi budaya yang bisa dijadikan simbol kerukunan dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Hal itu bisa dibuktikan dari teknik pembatikan dengan metode batik tulis khas suku Jawa yang dibawa oleh warga transmigrasi asal pulau tersebut yang dipadukan dengan pengerjaannya dengan menorehkan motif-motif khas suku minangkabau pada objek kain hingga melahirkan sebuah karya seni yang indah dan bisa dikreasikan dalam berbagai bentuk dan desain pada produk pakaian atau fashionable.

“Karya-karya itu telah dilahirkan oleh komunitas pengrajin di dua sentra Kerajinan Batik Tanah Liat yang berada di Jorong Padang Sari, Nagari Tebing Tinggi, Kecamatan Pulau Punjung, dan Jorong Sikai Nagari Sitiung, Kecamatan Sitiung dengan populasi pengrajin berjumlah 35 orang,” terangnya.

Lanjut Elsy Oktavia, untuk mendukung para pengrajin dalam meningkatkan varian dan kapasitas produksi mereka. Tahun 2021 pihaknya bersama pihak Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sudah menganggarkan pengadaan mesin printing beserta alat pendukung produksi lainnya.

“Jika terealisasi maka para perajin bisa melakukan percepatan produksi melalui penambahan varian batik printing disamping tetap mempertahankan pola tradisional batik tulis,” katanya.

Disinggung omzet penjualan produk batik tanah liat hasil produksi pengrajin tersebut, sentra produksi sudah mampu meraih total angka penjualan hingga Rp 20 juta per bulan.

Omzet tersebut diperoleh melalui penjualan produk dengan harga bervariasi sesuai jenis bahan dan tingkat kesulitan dalam pembuatannya, yakni berkisar antara Rp 150 ribu hingga Rp 1,5 juta.

“Lama pengerjaan setiap satu lembar kain berukuran panjang dua meter dan lebar 1,15 meter dengan motif yang tidak terlalu sulit dibutuhkan waktu produksi tiga hari untuk satu orang perajin. Namun proses produksi bisa saja menjadi lebih lama jika cuaca tidak mendukung, mengingat proses penjemuran kain-kain yang selesai dibatik masih memanfaatkan sinar matahari sebagai media pengeringan,” ujarnya.

Kemudian lanjut, Elsy Oktavia, bicara soal kendala utama dalam produksi mereka adalah persoalan ketersediaan bahan baku akibat proses pengiriman yang terkadang lama serta harga beli yang dinilai cukup tinggi karena masih membeli bahan baku kain dengan partai terbatas. Ini masih menjadi faktor penghambat dalam upaya pemenuhan permintaan dari pelanggan.

”Keterbatasan tersebut cukup berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh para perajin karena ongkos produksi yang masih tinggi serta proses pengerjaan yang cukup lama,” pungkasnya.

Terpisah, salah seorang kolektor batik asal Dharmasraya, Bobby Saputra, menyebutkan, tahapan pengawasan kualitas produksi atau quality control menjadi faktor penting dalam suatu produksi. Ini harus menjadi perhatian para pengrajin dan para pembina sentra produksi Batik Tanah Liat di Dharmasraya.

“Secara umum sudah layak jual dengan ragam motif dan varian kain yang digunakan, namun kombinasi warna serta upaya pengawetan warna pada saat proses pembatikan agar tidak cepat luntur adalah salah satu poin yang harus ditingkatkan agar daya saing produk di pasaran tekstil bisa meningkat,” pungkasnya.

(ron/efr)

Kami Hadir di Google News