Ekonomi

10 Juta Orang Butuh Lapangan Pekerjaan

81
×

10 Juta Orang Butuh Lapangan Pekerjaan

Sebarkan artikel ini
10 Juta Orang Butuh Lapangan Pekerjaan
Ilustrasi
mjnews.id – Pandemi virus Corona (Covid-19) tidak hanya berdampak ke sektor kesehatan, tetapi juga sektor ekonomi. Akibat adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), banyak orang yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan menjadi pengangguran.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut pasca pandemi ini ada 10 juta orang membutuhkan lapangan pekerjaan. Angka itu ditambah dari pengangguran tahun lalu sebanyak 7 juta.
“Indonesia sendiri selama pandemi yang tercatat di Kemnaker 1,8 juta terverifikasi, yang belum terverifikasi 1,2 juta dan ini menambah tingkat pengangguran tahun lalu yang besarnya sekitar 7 juta. Sehingga tentu akibat ini ada 10 juta orang yang membutuhkan lapangan pekerjaan,” kata Airlangga dalam webinar, Jumat (26/6/2020).
Adanya peningkatan pengangguran bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di negara lain seperti Eropa, Jerman, Italia, hingga Amerika.
“Kalau kita lihat secara global berbagai negara memang tingkat penganggurannya masuk ke 9,9%. Kita lihat mulai dari Eropa, Jerman, Italia, Amerika, seluruhnya posisinya walaupun tahun 2021 belum habis tetapi sudah mendekati data di tahun kemarin,” katanya dikutip detikFinance.
Itulah sebabnya pemerintah mulai membuka kembali perekonomian dengan protokol kesehatan yang sangat ketat. Jika tidak, maka tingkat pengangguran diprediksi akan semakin banyak.
“Ini yang disadari seluruh negara bahwa lockdown meningkatkan pengangguran dan peningkatan kemiskinan. Ini harus dikurangi atau dihentikan, tentu kita menghentikan penyakit tapi di lain pihak menghentikan PHK,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa mengkhawatirkan terjadi peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia akibat pandemi Covid-19. Dia bilang tingkat pengangguran terbuka (TPT) nasional berpotensi mencapai 10,7 juta sampai 12,7 juta orang di tahun 2021 mendatang.
“Dikhawatirkan pada 2021 pengangguran sampai 10,7 sampai dengan 12,7 juta orang,” kata Suharso di ruang rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (22/6) lalu.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan jumlah TPT pada Februari 2020 sebanyak 6,88 juta orang atau bertambah 60 ribuan orang dari tahun 2019. Menurut Suharso, pandemi Covid-19 bisa menambah sekitar 4 juta sampai 5,5 juta orang pengangguran. Pasalnya, banyak perusahaan atau pabrik yang merumahkan bahkan melalukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dilihat dari sektor, Suharso mengatakan yang paling berpotensi bertambah jumlah TPT-nya adalah industri manufaktur, perdagangan, konstruksi, jasa perusahaan dan akomodasi, lalu makanan dan minuman (mamin).
Oleh karena itu, dirinya berharap program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dapat menahan peningkatan TPT di tahun 2021. Pasalnya dengan anggaran sekitar Rp695,2 triliun, sebagian besar ditujukan untuk dukungan usaha.
Ekonom menilai pertumbuhan ekonomi yang negatif memberikan dampak besar, khususnya bagi masyarakat karena bisa kehilangan pekerjaan.
Peneliti dari Indef, Bhima Yudhistira mengatakan dampak dari pertumbuhan ekonomi minus adalah terbatasnya lapangan kerja baru, sehingga berdampak pada tingkat pengangguran terbuka (TPT). “Jika tingkat pengangguran tembus di atas 9% tahun ini, maka pencari kerja yang baru lulus kuliah akan bertarung dengan para korban PHK atau pengangguran,” kata Bhima, Senin (22/6/2020) lalu.
Dampak selanjutnya, dikatakan Bhima adalah angka ketimpangan pengeluaran yang makin melebar. Sebab jumlah masyarakat yang sulit mencari kerja meningkat ditambah jumlah pekerja yang dirumahkan.
“Tapi di sisi lain yang paling bertahan di tengah krisis adalah orang-orang kelas atas. Mereka terbiasa work from home, kemampuan tanggung biaya kesehatan lebih besar, dan masih bisa lakukan saving di bank. Kalau situasi ini dibiarkan maka dikhawatirkan akan terjadi social unrest atau konflik sosial yang sifatnya horizontal,” jelasnya.
Sementara pengamat ekonomi Piter Abdullah Redjalam mengatakan dampak lanjutan dari pertumbuhan ekonomi yang negatif adalah rendahnya daya beli masyarakat atau tingkat konsumsi rumah tangga.
“Jadi penurunan konsumsi yang antara lain diakibatkan oleh masyarakat yang kehilangan income. Terkena PHK di tengah wabah menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi,” kata Piter.
“Wabah yang menyebabkan terbatasnya aktivitas ekonomi sehingga terjadi PHK, pengangguran, peningkatan kemiskinan,” tambahnya.
Oleh karena itu, dikatakan Bhima pemerintah harus meningkatkan anggaran penanggulangan dampak COVID-19 khususnya bantuan kepada masyarakat terdampak. Misalnya mengimplementasikan universal basic income atau jaminan pendapatan masyarakat seperti yang dilakukan Amerika Serikat (AS).
Peningkatan jumlah anggaran stimulus ini nantinya berlaku bagi masyarakat miskin dan kelas menengah rentan miskin yang jumlahnya sekitar 115 juta orang. “Kedua, percepat realisasi bantuan untuk UMKM. Ini sedih sekali stimulus untuk UMKM belum ada 1% yang terealisasi, kan rendah sekali itu. Idealnya sudah 40-50% yang dicairkan. Jadi speed atau kecepatan dari birokrasi perlu ditambah,” ujarnya.
“Hilangkan ego sektoral dan sekat kepentingan pusat dan daerah. Semakin kuat UMKM recovery maka serapan tenaga kerja juga bisa meningkat. Apalagi UMKM kan yang menampung korban PHK di sektor formal,” tambah dia. (*)

Kami Hadir di Google News