FeatureInfrastrukturSumatera Barat

Maligi Masih Seperti Itu

136
×

Maligi Masih Seperti Itu

Sebarkan artikel ini
Sejumlah orang menyeberangkan sepeda motor menggunakan perahu ponton menuju Maligi
Sejumlah orang menyeberangkan sepeda motor menggunakan perahu ponton menuju Maligi. (musriadi musanif)

PASAMAN BARAT, MJNews.id – Terpencil dan akses transportasi yang jelek, hingga kini masih jadi keseharian masyarakat di Nagari Maligi, Kecamatan Sasak Ranah Pasisie, Pasaman Barat.

Untuk sampai ke sana, butuh perjuangan berat. Entah akses mana yang akan dilalui. Semuanya rumit dan sulit. Apalagi kini sedang musim penghujan.

Kalau lewat jalan raya yang melintasi perkebunan kelapa sawit, jelas tak bisa dilintasi kendaraan bermotor roda empat. Jalan itu tidak panjang, hanya 30-an kilometer dari jalan lintas pantai barat Sumatera yang menghubungkan Simpang Ampek dengan Ujuang Gadiang, tapi tak bisa dilalui karena ‘aspalnya nyala’ dan berubah jadi kubangan di musim hujan.

Alternatifnya adalah masuk dari Sasak. Sudah ada satu jembatan megah menuju ke Maligi. Tapi baru jembatan saja. Jalan rayanya belum tembus ke Maligi. Di jalur ini hanya bisa menggunakan sepeda motor atau pedati. Kalau sedang pasang naik atau habis hujan lebat, maka lumpuhlah sepeda motor itu. Untuk mencapai Maligi harus menggunakan perahu.

Begitulah dari dahulu hingga kini. Maligi masih seperti itu. Derap pembangunan yang demikian pesat di Kabupaten Pasaman Barat, sejak dimekarkan dari Pasaman belasan tahun lalu, belum begitu terasa oleh masyarakat Maligi. Kalaupun telah hadir perkebunan kelapa sawit ribuan hektare di sekitar perkampungan, tapi belum signifikan dampaknya terhadap kesejahteraan warga setempat.

Kini Maligi memang sudah menjadi nagari (persiapan) sendiri, tidak lagi berstatus sebagai sebuah kejorongan dari Nagari Sasak. Itu artinya, layanan pemerintah terhadap warga Maligi mulai lebih dekat. Tak perlu lagi bersusah-susah ke Sasak atau Simpang Ampek, selaku ibukota Kabupaten Pasaman Barat. Lumayan jugalah, daripada tidak sama sekali!

Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Pasbar Thamrin KN yang baru saja kembali dari Maligi menyebut, perjalanan menuju Maligi amat menantang. 

“Saat ini tidak bisa dilewati mobil. Hanya menggunakan sepeda motor, itu pun harus diseberangkan pula dengan perahu ponton, karena muaranya sedang pasang naik,” kata Thamrin.

Penulis sudah berulang kali menembus akses transportasi jelek dan kesunyian Maligi. Berinteraksi dan menyelami keluhan nurani warga. Ternyata hingga kini masih seperti itu. Tidak banyak perubahan untuk memperlancar akses masyarakat ke Sasak dan Simpang Ampek, baik untuk urusan pemerintahan dan pendidikan maupun ekonomi.

Tidak banyak yang tahu, sesungguhnya Maligi adalah sekeping sorga yang dikirim ke bumi Pasbar. Keindahan alamnya luar biasa, sementara lautnya yang luas menyimpan berbagai potensi ekonomi yang terbilang tinggi. Sayangnya, potensi itu sampai kini belum masuk ‘radar pemerintah’ untuk digali dan dikembangkan.

Pantainya yang landai. Pasir-pasir putih yang lembut. Deburan ombak. Nuansa alam yang asri. Tiupan angin sepoi-sepoi. Semuanya tersuguh alami untuk dinikmati manusia dari bumi Maligi. Gunung Talamau da Gunung Pasaman yang amat megah itu, terlihat berdiri kokoh dari Maligi.

Maligi juga penghasil ikan, kepiting, udang, dan tiram. Kerbaunya yang banyak dan gemuk-gemuk, juga sudah lama dikenal di Pasbar.

Warga berharap, akses transportasi ke kampung halaman mereka dibuat. Keterpencilan dengan akses jalan yang jelek, membuat nagari ini sulit berkembang. Ibaratnya, rumah nampak tapi pintu masuk tak bersua. Masalah belum selesai sampai di sana, sebab ada persoalan sosiologis, pergeseran budaya, dan keterpurukan ekonomi yang juga butuh solusi cepat dan tepat.

Roda ekonomi rakyat nyaris tak berputar di nagari ini. Para toke kampung menjadi pengendali negeri. Kendati banyak yang sukses di perantauan, tetapi rata-rata pendidikan masyarakat yang berdomisili di Maligi masih rendah. Selain karena sulitnya akses ke luar untuk bersekolah, di Maligi pun jumlah sekolah dan tingkatannya masih terbatas.

Maligi memang masih seperti itu. Apa lagi hendak dikata.

(musriadi musanif)

Kami Hadir di Google News