InfrastrukturParlemenSumatera Barat

Hutama Karya: Trase Jalan Tol di Limapuluh Kota Masih Bisa Diubah

76
×

Hutama Karya: Trase Jalan Tol di Limapuluh Kota Masih Bisa Diubah

Sebarkan artikel ini
Ruas tol Padang Sicincin pada Juli 2020
Ruas tol Padang-Sicincin pada Juli 2020. (Dok Kementerian PUPR)

mjnews.id – Menindaklanjuti protes masyarakat pada lima nagari di Kabupaten Limapuluh Kota terkait lahan mereka yang akan tergusur jalur tol, DPRD Sumbar undang berbagai pihak untuk cari solusi, Senin (9/11/2020). PT. Hutama Karya sebagai pelaksana pembangunan tersebut mengatakan jalur (trase) yang melalui pemukiman dan lahan pertanian masyarakat itu desain dasar dan masih bisa diubah. 

Nagari yang terkena jalur tol diantaranya, Nagari Koto Baru Simalanggang, Taeh Baruah, Lubuk Batingkok, Gurun dan Koto Tangah Simalanggang. Pada 2 Oktober 2020, puluhan masyarakat dari lima nagari tersebut datang ke DPRD Sumbar mengadukan nasib mereka yang akan kehilangan lahan tempat tinggal dan pertanian/perkebunan jika jalur tol tetap dilaksanakan sesuai rencana. Mereka memohon pengalihan jalur. Pada 27 Oktober tim Komisi IV telah meninjau beberapa lokasi di nagari tersebut sebagai tindaklanjut. 

“Masyarakat mengadu bahwa mereka akan kesusahan jika lahan pertanian mereka kena gusur untuk jalur tol. Tentu saja mereka kesulitan karena lahan pertanian tidaklah mudah untuk dibuka kembali di tempat yang baru karena menyangkut kegemburan tanah dan sebagainya. Bahkan ada beberapa suku adat yang kehilangan area,” ujar Sekretaris Komisi IV Lazuardi, Senin (9/11/2020) saat rapat di DPRD dengan beberapa pihak untuk mencarikan solusi untuk masyarakat. 

PT. Hutama Karya uang merupakan perusahaan penanggungjawab pembangunan tol tersebut mengatakan jalur masih bisa diubah. 

“Itu masih desain dasar dan masih diubah,” ujar Iwan dari PT. Hutama karya. 

Dia mengatakan bahwa info atau data jalur atau trase yang beredar di masyarakat bukanlah rencana akhir yang sudah pasti dilaksanakan. Namun baru rencana saja, yakni perencanaan pembangunan trase tol jalur Bukittinggi – Payakumbuh, Payakumbuh – Pangkalan. 

“Trase tersebut masih desain dasar. Bahkan sekarang sudah ada beberapa kali perbaikan atau perubahan” ujarnya. 

Menurutnya, perusahaan tersebut telah berusaha agar jalur tol tidak menggusur lahan pemukiman padat penduduk. Upaya meminimalisir hal ini sudah dilakukan untuk jalur Bukittinggi – Payakumbuh. 

“Nanti juga akan dimanfaatkan celah perbukitan untuk menghindari instalasi PLTA di Agam,” ujarnya. 

Dia mengakui dalam beberapa desain awal memanfg ada pemukiman dan lahan pertanian masyarakat yang terkena jalur tol. Namun sampai sekarang upaya untuk menguranginya masih dilakukan. 

Sejauh ini ada tiga opsi trase atau jalur untuk kawasan Limapuluh kota. Pertama, 18,5 km dengan gradien 2,3 persen. Kedua, sepanjang 27,3 km dengan gradien 4,8 persen, di sini akan ada 4,4 km hutan lindung yang dilalui tol, 8,7 km adalah perbukitan. Alternatif ketiga, sepanjang 28,3 km dengan gradien 3,9 persen, yang melewati kaki Gunung Sago, di sinipun juga dipastikan ada pemukiman dan lahan yang terkena dampak pembangunan tol.

Konsultan PT. Hutama Karya mengatakan desain dasar trase di Limapuluh Kota ini sudah diproses selama setahun ini. Menurutnya trase bisa digeser tapi tidak bisa terlalu jauh dari rencana awal. 

“Namun pemindahan jalur akan mengakibatkan penambahan dana hingga tujuh kali lipat,” ujarnya. Jika memang ingin digeser PT. Hutama Karya menganggupi. Nanti disempurnakan. 

Perwakilan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Sumbar mengatakan memang benar bahwa desain yang beredar di masyarakat barulah desain dasar. 

“Untuk kawasan di Limapuluhkota ini memang perlu perlakuan khusus karena banyanya tanah kaum di lokasi itu. Tapi kami masih mengusahakan opsi terbaik yang paling tidak mengganggu masyarakat,” ujarnya. 

Tergusur

Perwakilan Walhi Sumbar, Yoni Chandra menyebutkan jika trase rencana awal yang beredar di masyarakat jadi dilaksanakan maka Lima Nagari akan tergusur di dua kecamatan, Harau dan Payakumbuh. 

“Ada 400 rumah yang dilewati jalan tol. Lahan produktif, berupa sawah dan perkebunan sekitar 150 hektar,” katanya. Bahkan lanjut dia, banyak kaum yang akan kehilangan tanah adat. 

Perhatikan Kepentingan Masyarakat

DPRD Sumbar meminta seluruh pihak yang terkait pembangunan jalan tol tersebut memperhatikan kepentingan masyarakat. Untuk memutuskan jalur atau trase haruslah mengikutsertakan tokoh masyarakat dan tokoh adat. Jangan ambil keputusan sepihak. Hal ini mengingat hajat hidup masyarakat sangat berkaitan dengan pembangunan jalur tol ini. 

“Kita dukung pembangunan tol. Tapi kita jangan sampai gubernur gegabah menyepakati jalur. Apalagi jika jalur itu akhirnya menyusahkan kehidupan masyarakat,” ujar Sekretaris Komisi IV, Lazuardi Erman. 

Dia menegaskan, hilangnya pemukiman, lahan produktif seperti sawah dan kebun serta lahan adat bukanlah hal sepele bagi masyarakat. Itu merupakan hal yang sangat penting, tempat mereka tinggal dan tempat mereka dapat mencari uang. Jika tergusur, lanjut Lazuardi tidak mudah untuk membuka lahan pertanian baru. 

“Jika memang baru trase awal. Maka jangan ganggu pemukiman dan lahan pertanian. Selain itu kenapa sudah dipasang pancang? Tentu saja ini meresahkan masyarakat.” 

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Sumbar, Desrio Putra menambahkan agar pihak terkait pembangunan tol ini mempertimbangkan banyak aspek, terutama soal pemukiman warga dan lahan produktif mereka. 

“Trase belum final. Nanti sebelum ditetapkan harus libatkan semua pihak termasuk masyarakat. Selesaikan dengan cara yang tepat, masyarakat Sumbar tidak bisa dengan pola paksaan,” katanya.

Dia pun juga meminta adanya kejelasan informasi tentang jalur atau trase yang akan dilaksanakan pada masyarakat. Sehingga tidak mengakibatkan kesalahpahaman di tengah masyarakat. 

“Apalagi diketahui sudah ada pemancangan di tanah warga tanpa ada pemberitahuan atau sosialisasi,” katanya.

(tti/eds)

Kami Hadir di Google News