Opini

Meramal Masa Depan Clubhouse di Indonesia

83
×

Meramal Masa Depan Clubhouse di Indonesia

Sebarkan artikel ini
Imra Gusnedi

Oleh: Imra Gusnedi

MJNews.id – Clubhouse, media sosial berbasis drop-in audio chat sedang viral-viralnya, khususnya Indonesia. Melihat viralnya media sosial tersebut, mungkinkah Clubhouse bertahan lama layaknya media sosial yang sudah eksis sebelumnya di Indonesia, seperti Instagram, TikTok, Snapchat, atau media sosial lainnya?

Clubhouse pertama kali dirilis pada Maret tahun 2020 lalu. Namun, yang membuat aplikasi ini langsung booming adalah saat Elon Musk, CEO Tesla, sekaligus termasuk orang terkaya di dunia saat ini menggunakan aplikasi tersebut untuk melakukan pembicaraan dengan Pimpinan Robinhood Markets, Vladimir Tenev.

Melihat orang sekelas Elon Musk mulai menggunakan aplikasi Clubhouse, orang berbondong-bondong ingin merasakan pengalaman menggunakan clubhouse untuk sekedar ikut-ikutan atau memang ada kepentingan tertentu.

Populernya Clubhouse juga bisa dikaitkan dengan fenomena FOMO (fear of missing out) yang sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat, khususnya millenial. Dimana seiring cepatnya arus informasi dan perkembangan teknologi, millenial merasa penting dan takut akan ketinggalan akan sesuatu hal-hal baru yang ada di dunia maya. Ditambah lagi dengan eksklusivitas yang diberikan kepada penggunanya oleh clubhouse, yang tidak semua orang bisa bergabung dan menggunakannya.

Untuk saat ini, Clubhouse baru bisa diakses dan digunakan oleh pengguna iOS, sedangkan pengguna android masih belum bisa menggunakan aplikasi ini karena masih dalam tahap pengembangan oleh developer. Dengan dirilisnya versi android di masa mendatang, bukan tidak mungkin pengguna clubhouse semakin digemari oleh masyarakat, khususnya kalangan millenial.

Era arus informasi yang serba cepat, orang juga makin memperhatikan cara mereka menggunakan media sosial. Orang benar-benar akan selektif ketika memutuskan menggunakan suatu media sosial. Clubhouse dengan keunggulan mampu mempertemukan orang-orang dengan ketertarikan tertentu memiliki prospek yang cerah apabila mampu mengelola ekosistem yang baik bagi penggunanya.

Tokoh seperti Raymond Chins, seorang pebisnis muda melalui akun instagramnya mengatakan bahwa hadirnya Clubhouse ini bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan komunitas dan mempermudah orang untuk bisa sharing tentang topik yang benar-benar diminatinya. Maka tak heran, tokoh-tokoh besar lainnya, CEO, hingga masyarakat umum pun makin tertarik menggunakan aplikasi ini. Hal ini bisa menjadi sinyal positif akan langgengnya pengaruh Clubhouse di Indonesia. 

Clubhouse cukup ketat dalam memfilter agar percakapan yang dilakukan oleh penggunanya tidak bisa direkam. Ketika pengguna merekam pembicaraan di aplikasi, maka akan muncul notifikasi untuk tidak bisa merekam pembicaraan. Hal ini, di satu sisi memiliki keunggulan, namun di berbagai negara orang menggunakan clubhouse untuk membicarakan isu-isu yang dilarang oleh negaranya. Seperti di China, orang menggunakan Clubhouse untuk membahas topik sensitif seperti penahanan massal Orang Uighur, Demo pro-demokrasi di Hong Kong dan kemerdekaan Taiwan. Sehingga, pada 8 Februari 2021, pemerintah China memutuskan untuk memblokir aplikasi clubhouse.

Berkaca dari hal tersebut, jika pengguna di Indonesia menggunakan aplikasi untuk hal-hal yang tidak dibenarkan negara, seperti memproduksi informasi hoaks bukan tidak mungkin Clubhouse juga bernasib sama di Indonesia. 

Ditambah lagi, untuk saat ini Pemerintah Indonesia menyatakan aplikasi obrolan radio (radio chat) Clubhouse belum terdaftar di Kementerian Kominfo sebagai penyelenggara sistem elektronik (PSE). 

Ke depannya, Clubhouse akan menjadi jawara baru sosial media berbasis Audio yang mungkin bisa menggeser popularitas Tiktok atau bahkan Instagram jika regulasinya diurus dengan baik dan bisa memberikan feedback baik kepada Pemerintah.

Namun, jika hal tersebut tidak terpenuhi, bisa saja “hype’-nya Clubhouse hanya bertahan beberapa bulan ke depan.

Penulis, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Andalas

(***)

Kami Hadir di Google News