Berita

Aliansi Masyarakat Pessel Demo Minta Bupati Rusma Yul Anwar Dicopot

77
×

Aliansi Masyarakat Pessel Demo Minta Bupati Rusma Yul Anwar Dicopot

Sebarkan artikel ini
Aliansi Masyarakat Pessel Demo Minta Bupati Rusma Yul Anwar Dicopot

MJNews.id – Gubernur Sumbar kembali didemo. Ini demo kedua pascadilantik dua pekan lalu. Demo pertama terkait dugaan korupsi di BPBD Sumbar. Demo kali ini dari puluhan warga mengatasnamakan diri sebagai Aliansi Masyarakat Pesisir Selatan Bergerak, Senin 15 Maret 2021.

Demonstran meminta Gubernur Sumbar, Mahyeldi agar mencopot Bupati Pesisir Selatan, Rusma Yul Anwar dari jabatannya. Alasannya, Rusma merupakan bupati yang juga menyandang status sebagai terpidana.

Dalam aksinya, masyarakat Pesisir Selatan tersebut membawa sejumlah spanduk menyatakan protes. Di antaranya, mereka membawa spanduk dengan tulisan, “Rakyat Bergerak, Haruskah  Hukum Rimba Bertindak, Perusak Lingkungan, Masihkah Undang-Undang Dipakai?” Ada lagi kata-kata protes lainnya.

Selain itu, mereka juga melakukan aksi penyampaian aspirasi di depan kantor Gubernur. Mereka meminta Gubernur Sumbar Mahyeldi agar menemui mereka, mendengarkan aspirasi yang disampaikan.

Koordinator Aksi, Hamzah Jamaris dalam orasinya mengatakan, aksi mereka merupakan aksi untuk menyelamatkan demokrasi Pesisir Selatan dan menegakkan keadilan.

“Hari ini kita atas nama Aliansi Masyarakat Pesisir Selatan bergerak, kita meminta bapak menemui kita, karena beliau kita yang memilihnya,” katanya.

Dia mempertanyakan, apakah ada gubernur Sumbar, sebab masalah di Pesisir Selatan belum diselesaikan. Pesisir selatan adalah bagian dari NKRI, gubernur harusnya menyurati Kemendagri agar mencopot Bupati Pesisir Selatan.

“Hanya sebagian kecil masyarakat Pesisir Selatan akan turun, kami jauh jauh dari Pesisir Selatan ingin datangi gubernur. Pessel sampai saat ini belum aman, masa iya orang terpidana  menjadi bupati,” katanya.

Dia juga mengeluhkan, kepada kepolisian, kenapa orang terpidana bisa dikeluarkan SKCK. Dia berharap  bahwa memang boleh dilantik sebagai bupati tapi harus diberhentikan setelah itu.

“Hari ini kenapa belum ada, demi kemajuan Pessel pemimpinnya harus bebas dari tuntutan hukum, kenapa Pemprov Sumbar belum juga menyurati kemendagri. Kalau pemimpinnya terpidana mana mungkin dia bisa membuat kebijakan,” katanya.

Sementara, para demonstran dalam aksi tersebut, disambut oleh Asisten I Pemprov Sumbar Devi Kurnia. Devi menjelaskan bahwa soal pemberhentian dan pelantikan kepala daerah merupan kewenangan pemerintah pusat, bukan kewenangan Pemprov Sumbar.

“Terkait dengan keputusan Mahkamah Agung dan segala macam yang beredar di masyarakat, kami sudah berkomunikasi dan menugaskan biro hukum berulang kali meminta salinan putusannya,” katanya.

Namun salinan putusan itu hanya diberikan kepada terpidana dan jaksa penuntut umum (JPU) untuk dieksekusi. Itu informasi sampai hari ini.

Dia mengaku memahami apa yang dirasakan oleh masyarakat Pesisir Selatan.

“Kami sangat memahami apa yang dirasakan masyarakat, berkaitan dengan aspirasi dan penyelenggaraan pemerintahan,” katanya.

Terkait harapan menyurati Kemendagri tentang persoalan ini, pihaknya akan melaporkan kepada gubernur sebab orang nomor satu di Sumbar itu yang akan menandatangani surat tersebut.

“Saya akan sampaikan aspirasi demonstran pada Pak Gubernur, kalau memang bisa nanti dipenuhi maka nanti bisa disampaikan. Tapi kita komunikasikan terlebih dahulu,” katanya.

Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan oleh Rusma Yul Anwar, yang jadi terdakwa kasus perusakan hutan lindung dan penimbunan hutan bakau (mangrove) di kawasan Mandeh, Kecamatan Koto XI Tarusan.

Perkara Nomor: 31 K/PID.SUS-LH/2021 tersebut diputus pada 24 Februari 2021 dengan hakim yang terdiri dari Hidayat Manao, Brigjen TNI Sugeng Sutrisno, dan Syofyan Sotompul.

Sebelumnya, Rusma Yul Anwar mengajukan kasasi kepada MA terkait banding dari Pengadilan Tinggi Sumbar yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Padang yang memutuskan bahwa Rusma terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Putusan Pengadilan Negeri Padang tersebut yaitu melakukan usaha dan kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan dengan vonis pidana 1 tahun penjara, denda Rp 1 miliar dan subsider 3 bulan kurungan.

 

(tim)

Kami Hadir di Google News