Perbankan

Tak Bayar Utang, Perkara BLBI Bisa Beralih Jadi Kasus Korupsi

73
×

Tak Bayar Utang, Perkara BLBI Bisa Beralih Jadi Kasus Korupsi

Sebarkan artikel ini
Mahfud MD
Mahfud MD.

JAKARTA, MJNews.ID – Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menagih utang dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp110,45 triliun. Adapun utang tersebut diberikan kepada bank-bank yang bermasalah saat krisis 1998 lalu senilai Rp147,4 triliun.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebut, tak menutup kemungkinan untuk mengembalikan penanganan perkara BLBI ke ranah pidana. 

Adapun proses tersebut, menurut Mahfud, dimungkinkan jika para debitur dan obligor tak memenuhi kewajibannya untuk membayarkan utang mereka ke pemerintah terkait BLBI.

“Karena, pertama, kalau dia sudah tak bayar utang atau memberi bukti palsu, atau selalu ingkar, bisa saja dikatakan merugikan keuangan negara. Dua memperkaya diri sendiri atau orang lain. Ketiga, melanggar hukum karena tidak mengakui apa yang sudah dikatakan utang, sehingga bisa berbelok lagi ke korupsi,” ujarnya saat pelantikan tim satuan tugas BLBI secara virtual, Jumat 4 Juni 2021.

Mahfud pun meminta, agar para obligor dan debitur agar kooperatif dan proaktif dalam menyelesaikan utang kepada negara tersebut. Dia menyampaikan, jika obligor dan debitur tidak kooperatif, maka kasus BLBI yang ditetapkan saat ini sebagai kasus perdata, dapat beralih menjadi kasus pidana, bahkan korupsi.

“Tidak ada yang bisa sembunyi karena daftarnya ada. Jadi, kami tahu Anda pun tahu. Mari kooperatif saja. Ini bagi negara dan Anda harus bekerja untuk negara,” ucap Mahfud, seperti diwartakan Republika.co.id.

Presiden Jokowi telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI yang bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara (BIN), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan Kejaksaan Agung.

Aturan mengenai pembentukan satgas tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI. Adapun beleid dikeluarkan pada 6 April 2021. 

Langkah Strategis Pemerintah

Pemerintah telah menyiapkan langkah strategis untuk mengejar utang atas kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 110 triliun. Adapun strategi ini dimulai dari langkah persuasif hingga pemblokiran akses ke lembaga keuangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pihaknya telah menyiapkan langkah ekstra dan menerapkan asas profesionalitas untuk menghargai para obligor.

“Langkah ekstra sudah pasti disiapkan. Kita berharap agar semua melakukan niat baik. Jika utangnya besar sekali tapi bayarnya hanya Rp 1 miliar ya mungkin kita akan lihat juga, kita tetap menghargai misalnya ada obligor atau putra-putrinya datang ke kita,” ujarnya saat pelantikan tim satuan tugas BLBI secara virtual, Jumat 4 Juni 2021.

Menurutnya, saat ini tim berupaya menghubungi para obligor untuk memenuhi kewajiban mereka. Adapun tim yang terlibat seperti Badan Intelijen Negara (BIN), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung yang bertugas melakukan pelacakan, penagihan serta berbagai mitigasi.

“Peran BIN, Bareksrim dan Kejaksaan sangat penting,” ucapnya.

Sri Mulyani melanjutkan langkah lainnya melalui kerja sama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar akses ke lembaga keuangan ditutup. 

“Kalau itu belum, maka kita kerja sama dengan BI dan OJK agar akses mereka ke lembaga keuangan akan ada pemblokiran,” ucapnya.

“Kami akan hubungi mereka tersebut makanya jadi ada pelacakan dari sisi penagihan dan mitigasi. Ini lah peran Bareskrim, Kejaksaan, dan BIN sangat penting,” ungkap Sri Mulyani.

BLBI sendiri adalah dana talangan yang diberikan negara melalui Bank Indonesia untuk menyelamatkan bank-bank yang hampir bangkrut saat masa krisis ekonomi dulu. Pihak bank wajib mengembalikan uang bantuan ini, namun hingga saat ini banyak yang belum kembali dan menjadi utang yang belum lunas.

Satgas BLBI akan mengejar dua pihak yang tertagih utang. Pihak pertama adalah obligor, mereka adalah para pemilik bank yang pernah dibantu oleh negara melalui BLBI pada saat krisis ekonomi 1998.

Selain obligor, Satgas BLBI juga akan mengejar para debitur. Orang-orang ini adalah pihak peminjam dari bank-bank yang mendapatkan bantuan oleh negara dengan program BLBI. Namun, para debitur tersebut tidak mengembalikan dan melunasi pinjamannya hingga bank-bank tersebut bangkrut.

Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan memprioritaskan menagih semua tertagih yang sudah jelas hak tagihnya. Yang jelas menurutnya, semua utang yang belum dibayarkan telah mandek tidak ditagih selama 20 tahun.

“Prioritasnya siapa saja? Tentu yang sudah jelas dan hak tagihnya akan kita lakukan saja, intinya semua prioritas ini kan udah 20 tahun, kami tidak lagi pertanyakan niat baik atau tidak tinggal mau membayar atau tidak,” kata Sri Mulyani.

Totalnya, ada Rp 110,45 triliun uang negara yang mau ditagihkan oleh Satgas BLBI. Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban yang juga menjadi Ketua Satgas BLBI menjelaskan, dari Rp110,45 triliun uang negara yang akan ditagihkan ada dua jenis pihak obligor yang akan dikejar Satgas BLBI.

Jumlah tagihan terhadap obligor mencapai sekitar Rp40 triliun. Sementara itu sisanya akan ditagihkan ke kreditur, hanya kreditur dengan utang Rp25 miliar ke atas saja yang akan dikejar Satgas BLBI.

Di samping itu, Satgas juga akan tetap melakukan penagihan kepada obligor dan debitur yang saat ini berada di luar negeri.

“Indonesia telah meratifikasi The United Nations Convention against Corruption (UNCAC). Dari data kami ada beberapa aset dan obligor atau debitur yang sedang berada di luar negeri,” ucapnya.

(***) 

Kami Hadir di Google News