Opini

Efisiensi Pilkada 2020

86
×

Efisiensi Pilkada 2020

Sebarkan artikel ini
ardyan

Oleh: Ardyan

Ini tentang rencana pilkada 9 Desember 2020. Polemik pun muncul, sebab masalah besar bangsa tentang wabah covid, belum tuntas sementara Perppu nomor 02 tahun 2020 tentang perubahan ketiga tas undang undang Nomor 1 Tahun 2015, sudah diteken.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang Undang pada tanggal 4 Mai 2020 itu, menuai polemik ditengah-tengah masyarakat tentang urgensi dan resiko dilaksanakannya Pilkada pada Tanggal 9 Desember 2020 .
Salah satu diskursus yang berkembang adalah tentang kesiapan Penyelenggara Pilkada dalam hal ini KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota beserta jajaran adhoknya (PPK, PPS, KPPS) dan Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota beserta jajaran adhoknya (Panwascam, Panwas desa/kelurahan, PPL) dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai penyelenggara. 
Banyak harapan pada setiap penyelenggaraan Pemilu/Pilkada, Penyelenggara Pemilu/Pilkada dapat melayani dan menjaga serta melindungi suara yang diberikan oleh Pemilih sebagai pemilik kedaulatan tertinggi di republik ini.
Banyak pula harapan yang tertumpang pada penyelenggara Pemilu agar Pemilu terlaksana sesuai dengan asasnya yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Demikian pula dengan asas penyelenggara pemilu yakni a. mandiri, b. jujur, c. adil, d. kepastian hukum, e. tertib, f. kepentingan umum, g. keterbukaan, h. proporsionalitas, i. profesionalitas, j. akuntabilitas, k. efisiensi, dan l. efektivitas.
Memang dirasa berat tantangan bagi penyelenggara pemilu dalam melaksanakan Pilkada di Tahun 2020 ini. Pilkada yang dilaksanakan ditengah berjangkitnya wabah Pandemi Covid-19 menimbulkan ketakutan pada seluruh umat manusia.
Termasuk, penyelenggara pilkada. Kekhawatiran ini merupakan hal yang wajar dan sangat patut untuk dipertimbangkan sebelum melanjutkan Pesta Demokrasi yang sempat terhenti di bulan Maret 2020 yang lalu.
Namun di tengah kekhawatiran akan terkena Wabah Covid-19 tersebut, ada pula baiknya penyelenggara berfikiran logis dan positif dalam melihat penyebaran Wabah Pandemi Covid-19 ini.
Menurut Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Letjen. TNI. Doni Monardo dalam Rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, Kemendagri, Kemenkeu, KPU, Bawaslu dan DKPP menyatakan bahwa tidak seluruh daerah yang melaksanakan Pilkada merupakan daerah yang terdampak Wabah Covid-19, artinya ada daerah daerah yang melaksanakan pilkada yang bebas dari Wabah Covid-19.
KPU dan Bawaslu diminta mencermati secara detail, daerah mana saja yang menjadi zona hijau, kuning, oranye, dan merah penyebaran wabah Covid-19.
Di satu sisi, secara geografis dari data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, tidak seluruh wilayah RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, di Kabupaten atau di Provinsi yang penduduknya terkena Wabah Covid-19. 
Ada cluster cluster penyebaran wabah Covid-19 yang sudah dilokalisir oleh petugas Gugus Tugas di setiap Kabupaten/Kota. 
Di sisi lain, berdasarkan UU Pilkada Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang Undang pada Pasal 11 dinyatakan bahwa tugas dan wewenang KPU Provinsi adalah membuat perencanaan program dan anggaran, perencanaan tata kerja dan perancanaan pedoman teknis dari penyelenggaraan pilkada. Maka kunci penting dari keberhasilan Pilkada terletak dari matangnya perencanaan.
Salah satu dampak dari diterbitkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2020 adalah permintaan penambahan anggaran Pilkada 2020 oleh KPU sebesar Rp4,7 triliun untuk penyediaan Alat Perlindungan Diri (APD) untuk seluruh penyelenggara Pilkada, sementara pada saat yang bersamaan Pemerintah juga kewalahan untuk menyiapkan dana dalam percepatan penanganan Covid-19.
Permintaan penambahan biaya Pilkada tidak hanya diajukan oleh KPU RI saja, akan tetapi KPU-KPU Provinsi, KPU-KPU Kabupaten/Kota juga meminta penambahan anggaran pada pemerintah daerah untuk pengadaan APD sampai ke jajaran paling bawah.
Pada Pemilu Tahun 2004, terdapat 581.393 TPS diseluruh Indonesia. Seluruh TPS tersebut disediakan Alat Bantu bagi Penyandang Difabel Netra (Template) yang harganya cukup mahal. Namun dari evaluasi penyelenggaraan pemilu pada pemilu pemilu selanjutnya, pada Pemilu 2019 berdasarkan data yang ada di Bawaslu ditemukan lebih dari 20.834 TPS di seluruh Indonesia tidak menyediakan template.
Ketiadaan template tersebut bukan berarti KPU tidak melayani penyandang difabel netra untuk memberikan hak suaranya, namun dengan perencanaan yang baik serta semangat evisiensi dalam penggunaan anggaran, KPU melakukan pendataan yang akurat, template dibuat sebanyak TPS yang dalam DPTnya terdapat penyandang difabel netra.
Demikian pula lah baiknya dengan KPU-KPU daerah yang akan (meneruskan) menyelenggarakan Pilkada pada masa Pandemi Covid-19 ini, mesti merencanakan dengan matang sistim pengamanan kesehatan bagi seluruh penyelenggara. 
Perencanaan yang logis dan rasional dengan melibatkan ahli dibidang kesehatan dan Gugus Tugas Covid-19 akan sangat membantu KPU dalam menyusun perencanaan dan anggaran (tambahan) Pilkada. 
Dari beberapa berita yang muncul setelah KPU mengusulkan penambahan biaya Pilkada, ada yang memberitakan bahwa KPU dan KPU daerah meminta untuk disediakan anggaran untuk membeli Alat Pelindung Diri (APD) lengkap, muncul pendapat pendapat yang menilai permintaan KPU dan KPU daerah sangat berlebihan karena mestinya tidak seluruh penyelenggara harus disiapkan APD lengkap (baju hazmat, masker, face shield, sarung tangan, sepatu) layaknya petugas medis yang menangani pasien Covid-19.
Tidak pula seluruh petugas PPDP yang melakukan pendataan pemilih dan melakukan verifikasi dukungan calon perseorangan menggunakan baju hazmat lengkap, adakalanya didaerah yang zona hijau, atau di RT, RW, Kelurahan, Kecamatan yang tidak ada kasus wabah Covid-19 penyelenggara pilkada cukup menggunakan pelindung hidung dan mulut (masker), pelindung muka (face shield) sarung tangan dan membawa pencuci tangan (handsanitizer). 
Demikian pula dengan adanya rencana untuk melakukan penambahan TPS yang dimaksudkan untuk mengurangi penumpukan pemilih pada hari pemungutan dan penghitunga suara. 
Perencanaan ini tidak salah bila KPU tidak menyamaratakan seluruh daerah, artinya KPU harus mempunyai perencanaan dimana saja TPS yang akan ditambah dan didaerah mana sajakah TPS yang tidak perlu dimekarkan.
Daerah yang merupakan basis pandemi atau zona merah, maka perencanaanya berbeda dengan daerah yang bebas Covid-19 (green zone). Ada baiknya disain pemungutan suara di TPS yang lebih dimatangkan karena toh pun bila yang dikhawatirkan pandemi Covid-19 ini akan menyebar di TPS yang padat, tidak menjadi jaminan pula TPS yang sedikit DPT nya tidak beresiko adanya penyebaran wabah di sana. 
Dengan demikian, penyelenggara pemilu akan evisien dalam penggunaan keuangan negara, dan sisa anggaran dapat digunakan untuk percepatan penanganan Covid-19.
Terakhir, sebuah fakta rasional yang berbasis keamanan kesehatan adalah dimana aparat keamanan (Polisi dan TNI) dan petugas Gugus Tugas Covid-19 yang bertugas di kantor, di jalan, di posko-posko atau chek poin, aparatur Pemerintah, pedagang di pasar, karyawan Supermarket terlihat tidak pula seluruhnya menggunakan APD yang lengkap dalam bekerja.
Padahal semuanya berhubungan langsung dengan orang banyak, tidak sedikit yang kita temui diantaranya terlihat cukup menggunakan masker saja, adapula yang dilengkapi dengan sarung tangan dan tidak banyak yang menggunakan face shield.
Selamat bekerja untuk seluruh Penyelenggara Pilkada. Semoga baik-baik saja. (*)

Kami Hadir di Google News