HukumNasional

Jika UU Cipta Kerja Diteken Jokowi, Buruh Langsung Gugat ke MK

98
×

Jika UU Cipta Kerja Diteken Jokowi, Buruh Langsung Gugat ke MK

Sebarkan artikel ini
buruh

mjnews.id – Sejumlah serikat buruh atau pekerja akan mengajukan judicial review terhadap Undang-undang (UU) Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK). Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPSI) menyatakan, mulai membentuk tim hukum untuk melakukan proses uji materiil UU Cipta Kerja.

Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih menunggu draft UU Cipta Kerja tersebut. Pihaknya siap langsung menggugat jika UU tersebut diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Dalam 1×24 jam jika UU Cipta Kerja ditandatangani Presiden Jokowi, besoknya buruh pasti akan langsung menyampaikan gugatan ke MK,” kata Andi dalam keterangannya, Senin (12/10/2020).

Ada dua advokat yang siap membantu KSPSI untuk mengajukan gugatan tersebut yakni Hotma Sitompul dan Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alfons Kurnia Palma. Tim ini diketuai oleh Sekjen KSPSI Hermanto Achmad.

“Kami memilih jalur konstitusional mengajukan judicial review ke MK tentu menunjukkan gerakan buruh tidak hanya kekuatan dengan aksi,” ucapnya.

Menurutnya, persiapan untuk mengajukan judicial review sudah 90% secara materi gugatan. Sambil menunggu, kata Andi Gani, lobi ke Presiden Jokowi untuk melihat secara lebih mendalam UU Cipta Kerja terus dilakukan.

Namun, Andi Gani meminta lobi ini jangan disalah artikan. Sebab, ada isu dirinya dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal ditawari jabatan wakil menteri.

“Saya pastikan itu tidak ada, negosiasi jabatan, dua wamen. Itu saya nyatakan hoaks,” ujarnya dikutip detikFinance.

Presiden KSPI Said Iqbal menambahkan, total ada 32 federasi yang akan mengajukan gugatan judicial review ke MK. Menurutnya, UU Cipta Kerja secara prosedural banyak menabrak aturan.

“Penolakan ini lagi-lagi bukan untuk menghambat investasi. Penolakan ini bukan kami tidak setuju dengan penciptaan lapangan kerja. Ini kami lakukan bahwa kami sadar banyak pasal-pasal di UU Cipta Kerja mereduksi atau mengurangi hak-hak buruh,” ujarnya.

Said Iqbal mengungkapkan serikat buruh memiliki 2 ‘senjata’ untuk menggugat Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) ke Mahkamah Konstitusi. Pertama, ada kejanggalan dalam pengesahan UU Ciptaker di Paripurna pada 5 Oktober 2020. Itu akan dijadikan bahan dalam judicial review.

“Judicial review itu ada dua gugatan yang kami siapkan. Satu adalah uji formil, kita akan lihat proses-proses, itu berbahaya. Bayangkan Paripurna kertas kosong yang diterima kata media online sumber-sumbernya,” kata dia dalam konferensi pers virtual, Senin (12/10/2020).

“Jadi yang dipegang oleh anggota DPR waktu sidang Paripurna itu apa? yang mana? itu cacat formil. Belum lagi pembahasan draft dan penyerahan draf tidak ada keterlibatan public hiring. Nah ini kita akan pelajari. Kalau MK mengabulkan uji formil, semua Omnibus Law batal isinya, tidak hanya klaster ketenagakerjaan,” sambungnya.

Tentu saja, jika langkah tersebut gagal, serikat buruh akan mengajukan uji materiil mengenai pasal-pasal yang dianggap kontroversi pada UU Ciptaker.

Dia menjelaskan pihaknya akan mempelajari lebih dalam untuk menyiapkan gugatan dalam uji materiil di MK ini sambil tetap menyiapkan aksi lanjutan menolak omnibus law.

“Buruh akan mempelajari lebih dalam. Tapi ini adalah pilihan-pilihan terakhir yang akan kami lakukan. Bukan berarti mengambil opsi ketiga kemudian tidak melakukan aksi. Tetap ada aksi-aksi tentang masa depan serikat buruh ke depan,” tambahnya.

(*)

Kami Hadir di Google News