Pendidikan

Irwandi Nashir: Proses Pendidikan Masih Tajam Sebelah

91
×

Irwandi Nashir: Proses Pendidikan Masih Tajam Sebelah

Sebarkan artikel ini
Irwandi Nashir
Dosen IAIN Bukittinggi, H. Irwandi Nashir, saat jadi narasumber pada kegiatan bimbingan guru di Raudhatul Jannah Payakumbuh. Irwandi menyorot, proses pendidikan masih tajam sebelah. (ist)

MJNews.id – Dosen IAIN Bukittinggi H Irwandi Nashir menyatakan, saat ini proses pendidikan terlihat masih bercorak tajam sebelah. Hal itu ditandai dengan kuatnya dikotomi dalam pembelajaran.

“Dikotomi atau memisahkan antara ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan iman dan taqwa (imtaq) masih mewarnai proses pembelajaran, terutama di sekolah dan madrasah,” ujarnya, Rabu 14 April 2021, di Payakumbuh.

Menurutnya, persoalan dikotomi itu pada berbagai kesempatan selalu diungkapkannya, dengan harapan dapat menjadi kajian dan pengetahuan semua elemen terkait, sehingga terjadi perbaikan proses perbaikan di masa mendatang.

Terakhir, ujarnya, hal itu ditegaskan ketika menjadi narasumber Workshop Pembelajaran Berbasis Integrasi Iptek dan Imtaq di Yayasan Pendidikan Raudhatul Jannah Payakumbuh, akhir pekan kemarin.

Irwandi menyebut, kondisi ini tak lepas dari menguatnya cara pandang yang memisahkan ilmu dalam rumpun ilmu umum dan ilmu agama. Apalagi, sambungnya, munculnya paham yang disebut dengan deisme turut menghambat upaya integrasi iptek dan imtaq dalam pembelajaran.

“Paham ini meyakini alam awalnya diciptakan oleh Tuhan, tapi setelah itu Tuhan tak lagi mengurusi alam ini. Jadi, mirip seperti pembuat jam yang tak lagi mengurusi jam usai membuat jam,” jelas penggiat integrasi iptek dan imtaq itu.

Akibat langsung dari dikotomi dalam pembelajaran, lanjut Irwandi adalah keringnya jiwa peserta didik dengan siraman ayat-ayat Allah Ta’ala saat mereka mempelajari ilmu yang terlanjur disebut sebagai ilmu umum. Di sisi lain, peserta didik juga belum mendapatkan pengayaan wawasan tentang sains dan teknologi saat mereka mempelajari ilmu agama.

Irwandi menegaskan, integrasi iptek dan imtaq dalam proses pembelajaran adalah sebuah keniscayaan. Menurutnya, program integrasi iptek dan imtaq ini telah lama ada di Indonesia. Bahkan, pada 1996 pernah diedarkan silabus integrasi iptek dan imtaq untuk sebelas mata pelajaran, tetapi gagal dalam proses pembelajaran.

Penyebab utama, sambungnya, adalah rendahnya pengetahuan agama guru-guru umum, sehingga membuat mereka tidak mampu menarasikan dan mengembangkannya dalam pembelajaran.

Dijelaskannya, integrasi iptek dan imtaq dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan strategi saling dukung, meluruskan, dan pendekatan filosofis. 

“Strategi saling dukung dilakukan ketika temuan sains dapat mengungkap makna yang ada di dalam ayat-ayat al quran. Apalagi, al quran mengandung 170 ayat tentang alam semesta yang memerlukan riset ilmiah untuk menggali pesan yang terkandung di dalamnya,” terang trainer senior Lembaga Edukasi Karakter Bangsa ini.

Prinsip meluruskan, katanya, diterapkan ketika ditemukan materi pelajaran yang berseberangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam yang bersumber dari al quran dan hadits.

“Penerapan prinsip meluruskan ini menuntut pengetahuan agama yang luas dari guru-guru dan kemampuan untuk menarasikannya secara komunikatif,” jelasnya.

Materi atau proses pembelajaran, menurut Irwandi, jika tidak ada pertentangan dengan nilai imtaq dan juga tak ada yang dapat dijadikan sebagai dukungan peningkatan imtaq, maka strategi integrasi dilakukan dengan pendekatan filosofis, yaitu bahwa iptek tersebut bersumber dari ciptaan Allah Ta’ala yang sesuai dengan fitrah atau hukum keilmuan yang berlaku.

(mus)

Kami Hadir di Google News