![]() |
Narasumber bimbingan jurnalistik pelajar Musriadi Musanif saat memotivasi peserta dengan membagikan hadiah buku-buku terbitan Hamasa STAI Imam Bonjol Padang Panjang. (ist) |
MJNews.id – Sebanyak 20 orang pelajar mengikuti bimbingan jurnalistik. Mereka berasal dari Madrasah Aliyah Kulliyatul Muallimat el-Islamiyah (MA-KMI) Diniyyah Puteri, SMK Cendana, dan SMA Muhammadiyah Kota Padang Panjang.
Pemimpin Perusahaan Penerbit Mimbar Pos, Erman St. Marlaut, Rabu 31 Maret 2021, mengatakan, bimbingan jurnalistik bagi pelajar di Kota Padang Panjang itu merupakan bagian dari pengabdian media yang dipimpinnya, dalam rangka membangun semangat menjadi penulis di kalangan pelajar.
‘’Di tengah menurunnya minat generasi muda untuk belajar jurnalistik, akibat gempuran media sosial, kita tetap bertekad melakukan bimbingan terhadap mereka, agar norma-norma yang dianut di dunia jurnalistik dapat terus ditegakkan,’’ ujarnya.
Erman mengatakan, bimbingan jurnalistik bagi 20 orang pelajar itu dilakukan bersama dua narasumber, yaitu Pemimpin Redaksi MJNews.id, Musriadi Musanif dengan kompetensi wartawan utama, dan Wartawan Harian Rakyat Sumbar dengan kompetensi wartawan madya.
Bersama kedua narasumber, sebutnya, para pelajar terlihat cukup antusias mengikuti pelatihan yang berlangsung pada Senin 29 Maret 2021, di Aula Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Imam Bonjol Padang Panjang. Bahkan, katanya, di sela-sela kegiatan bimbingan, narasumber membagi-bagi hadiah buku terbitan Hamasa STAI IB kepada peserta yang aktif mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
“Jika dilihat situasi dunia jurnalistik saat ini, sudah identik dengan pekerjaan orang tua-tua. Generasi milenial sudah tak berminat lagi. Apa jadinya dunia penyebaran informasi nanti, bila media sosial merajai, sementara orang-orang yang menjaga profesionalisme jurnalistik tak ada lagi. Tentu hancur kita,” katanya.
Musriadi dalam paparannya menyebut, untuk bisa diterbitkan di media massa, baik cetak maupun elektronik, seseorang tidak harus menjadi wartawan dulu. Ada banyak rubrik di media massa, sebutnya, yang bisa menerbitkan karya-karya penulis di luar wartawan tetap mereka.
“Biasanya media massa membuka diri, menerima dan menerbitkan karya dari luar. Tapi tentu bukan news atau berita. Peluang terbesarnya adalah dengan menulis artikel dan feature. Feature itu adalah news yang dikemas dengan pola penulisan sastrawi, sehingga menjadi mengasyikkan untuk dibaca,” jelasnya.
Menjawab pertanyaan peserta tentang kemungkinan media massa cetak akan punah beberapa tahun mendatang, Musriadi menyebut, sejak 20 tahun lalu sudah banyak orang yang memprediksi koran akan habis dalam lima hingga sepuluh tahun. Tapi kenyataannya, sebut dia, hingga kini media cetak tetap saja terbit dan setia mengunjungi pembacanya.
Kendati masih bisa terbit dalam kondisi yang cukup sulit, namun menurut dia, media massa cetak juga harus melakukan inovasi produk, misalnya tidak semata mengandalkan edisi cetak saja, tetapi diimbangi dengan koran digital yang bisa dibaca melalui telepon genggam dan media online.
“Terbit atau tidaknya media cetak, itu bukan masalah untuk tetap menulis. Kini perbanyak saja karya, semakin banyak karya tulis yang dihasilkan, maka semakin terlatih kita. Kalau sudah terlatih, maka menulis menjadi pekerjaan mudah seperti air mengalir,” tegasnya.
(ben)